Sunday 17 August 2008

Maha Karuna Dharani oleh Yang Mulia Tripitaka Acarya Hsuan Hua

ulasan mengenai Maha
Karuna Dharani oleh Yang Mulia Tripitaka Acarya Hsuan Hua :

Secara umum NA MWO HE LA DA NWO DWO LA YE YE berarti "berlindung
kepada Tiga Permata yang tak terbatas di seluruh penjuru". Inilah
tubuh sejati Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara Dunia. Meskipun
merupakan tubuh sejati dari Sang Bodhisattva, kalimat ini juga
mengandung makna, pergi berlindung kepada semua Buddha di seluruh
penjuru di masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang. Dengan
mengucapkan baris mantra ini, tidak hanya kita yang menyatakan
berlindung kepada Tiga Permata dari sepuluh penjuru yang tak
terbatas, yang kekal; semua makhluk yang mendengar bahasa rahasia
ini juga akan mempersembahkan hidup mereka dan tunduk dengan hormat.

Makna Tiga Permata tentu telah dimengerti. Permata Buddha, Permata
Dharma, Permata Sangha. Semestinya diketahui bahwa Permata Buddha
adalah benda paling agung dan mulia yang ada. Demikian juga, Permata
Dharma dan Permata Sangha adalah yang paling agung dan paling
terhormat. Tidak hanya di dunia, tapi bahkan di atas dunia; pada
semua jalan ke surga dengan pencerapan maupun surga tanpa
pencerapan, tidak ada yang lebih agung ataupun lebih terhormat
dibandingkan dengan Tiga Permata Buddhadharma.

Alam Dharma dari para Buddha adalah yang tertinggi dari sepuluh alam
Dharma. Oleh karena itu kita harus pergi berlindung dengan sepenuh
hati kepada Tiga Permata yang paling mulia. Dan dengan keyakinan
yang dalam dan luas, menerima-Nya dengan penuh bakti, tanpa setitik
pun debu keraguan.

Orang mungkin bertanya, „Apa untungnya berlindung kepada Sang
Buddha?"

Paling sedikit, paling sedikit, jika seseorang berlindung kepada
Buddha, ia tidak akan jatuh ke neraka; jika berlindung kepada
Dharma, ia tidak akan menjadi hantu kelaparan, dan jika berlindung
kepada Sangha, ia tidak akan menjadi binatang. Namun ini tentunya
dengan catatan: semua itu diikuti dengan menjalankan semua perbuatan
bajik sesuai dengan ajaran. Jika ia tetap membunuh, mencuri,
menjalankan perilaku seks yang salah, berbohong, atau meminum
minuman keras, membakar rumah, melakukan apapun yang disenangi,
seperti sebelumnya, ia tidak akan dapat melarikan diri dari tiga
nasib jahat.

Di dalam Buddhadharma, tidak ada itu yang namanya basa-basi. Orang
tidak bisa berkata, „Saya telah berlindung kepada Buddha, Dharma,
dan Sangha, dan karenanya saya tidak akan jatuh ke neraka, tidak
akan menjadi hantu kelaparan, ataupun binatang. Karenanya, saya
boleh berbuat apapun yang saya sukai."

Tidak. Kebiasaan buruk harus diubah. Perbuatan bajik harus
dilaksanakan. Jangan lagi melakukan perbuatan jahat. Orang pasti
akan masuk ke neraka jika terus menanam karma buruk.

Agama Buddha bukan seperti agama eksternal yang menyatakan, „Semua
yang perlu kamu lakukan adalah percaya. Jika kamu percaya, meskipun
kamu berbuat jahat, kamu akan diberi tempat di surga. Sebaliknya,
jika kamu tidak percaya, walau berlimpah dengan kebajikan dan buah-
buah jasa baik, kamu harus ke neraka."

Misalnya, ada orang percaya kepada Buddha, tetapi ia tetap berbuat
kejahatan, tak ada pilihan lain, ia akan singgah di neraka. Juga
seandainya, ada orang yang tidak mempercayai adanya Buddha, jika
berlimpah kebajikan dan buah-buah jasa baik, ia tetap akan
mendapatkan surga. Doktrin di dalam agama Buddha tidak
membingungkan, tidak ada kata-kata, „Jika kamu percaya kepada
Buddha, semuanya akan beres." Meskipun telah percaya kepada Buddha,
orang tetap harus tidak berbuat jahat, karena jika berbuat jahat, ia
akan ke neraka.

„Baiklah kalau begitu," barangkali ada yang nyeletuk, „lalu, untuk
apa kita berlindung kepada Tiga Permata kalau toh nantinya juga
harus masuk neraka?"

Dengan berlindung, kita mengubah perbuatan jahat, dan beralih kepada
kebajikan. Perbaikilah kesalahan yang telah dilakukan, jadilah orang
yang baru sama sekali. Sejak menyatakan berlindung, teruslah berbuat
kebajikan dan tidak lagi berbuat jahat. Maka manfaat yang tak
terukur akan datang menghampiri. Oleh karena itu, NA MWO HE LA DA
NWO DWO LA YE YE artinya tidak lain tidak bukan, "Berlindung kepada
Tiga Permata yang tidak terbatas, tidak terbatas."

Dengan mengucapkan baris pertama dari mantra ini, segala macam
bencana akan terkikis. Pada saat-saat kritis, jika orang terus-
menerus mengucapkan NA MWO HE LA DA NWO DWO LA YE YE, segala macam
bencana akan menyingkir. Bencana besar akan menjadi kecil, dan
bencana kecil akan sama sekali hilang. Inilah yang disebut „Dharma
Untuk Mengikis Bencana", satu di antara Lima Dharma Esoterik*.
*Kelima Dharma itu adalah:
a. Mengikis Bencana
b. Menambah Manfaat
c. Pencapaian
d. Membuat Takluk
e. Mengumpulkan dan Menangkap

Di samping itu, pengulangan bacaan ini juga merupakan „Dharma Untuk
Menambah Manfaat". Jika orang yang telah memiliki akar yang baik
mengucapkan mantra ini, akar baiknya akan bertambah dan berkah yang
diterimanya akan semakin berlimpah-limpah. Inilah „Dharma Untuk
Menambah Manfaat".

Jika Mantra Welas Asih Agung dapat dilafalkan, meskipun cuma baris
yang pertama, itu disebut „Dharma Pencapaian". Apapun yang diidamkan
di dalam hati, apapun yang didambakan, akan tercapai; semua harapan
akan terkabul. Orang yang mengucapkan mantra ini dengan sepenuh dan
setulus hati akan berhasil dalam apapun yang dilakukannya.

Sebagai contoh, jika ada orang yang tidak memiliki putra dan
berharap mendapatkannya, ia cuma perlu mengucapkan NA MWO HE LA DA
NWO DWO LA YE YE, dan ia akan memperoleh seorang putra. Namun mantra
ini harus dinyatakan dengan hati yang tulus, dan tidak cuma untuk
satu atau dua hari. Paling sedikit mantra ini harus diucapkan selama
tiga tahun. Jika orang tak memiliki teman, dan berharap mendapatkan
seorang sahabat sejati, ucapkan saja NA MWO HE LA DA NWO DWO LA YE
YE, dan seorang sahabat sejati akan datang padanya.

Jika seluruh mantra ini dapat dinyatakan, baik sekali. Jika tidak,
nyatakan saja kalimat pertama, dan itu pun akan mendatangkan
keberhasilan yang tak terukur, pencapaian kebajikan dan buah-buah
jasa baik yang tak terbatas.

Kalimat mantra ini juga adalah „Dharma Untuk Membuat Takluk". Ia
menyebabkan makhluk-makhluk surga dan mereka yang berasal dari agama
lain takluk ketika mendengarnya. Kalimat ini, bagaimanapun juga
bukanlah suatu „Dharma Untuk mengumpulkan dan Menangkap". Jika suatu
mantra „Dharma Untuk Mengumpulkan dan Menangkap" diucapkan, semua
makhluk aneh dan semua setan akan dikumpulkan dan diikat menjadi
satu. Sehingga, kekuatan dari satu kalimat ini saja, NA MWO HE LA DA
NWO DWO LA YE YE, sungguh tak terperikan. Jika harus diuraikan
dengan rinci, akan tak ada habis-habisnya.

NA MWO berarti „mengembalikan hidup dan tunduk dengan sepenuh hati".
HE LA DA NWO artinya „permata". DWO LA YE adalah „tiga". YE
itu „penghormatan". Bersama-sama, kata-kata ini mengandung arti kita
harus mempersembahkan tubuh, hati, hakikat, dan hidup kita kepada
Tiga Permata yang tidak terbatas, tidak terbatas, di seluruh penjuru
dari ketiga jaman, dan berlindung kepada Mereka. Kita harus bersujud
dengan khidmat kepada Tiga Permata.

Buddha-Buddha di masa lalu tidak terbatas, Buddha-Buddha di masa
sekarang juga tidak terbatas, dan Buddha-Buddha di masa yang akan
datang tidak terbatas. Sehingga Tiga Permata itu tidak terbatas,
tidak terbatas.

2. Na Mwo E Li Ye

NA MWO, seperti yang telah dijelaskan, bermakna „mempersembahkan
hidup dan tunduk dengan hormat", atau dengan kata lain, belajar
dengan penghormatan tertinggi di bawah kaki para Buddha dan
Bodhisattva. E LI artinya „yang bijaksana", juga dapat
berarti, „jauh dari semua kejahatan dan semua Dharma yang tidak
baik". Orang mesti menjauhkan diri dari semua Dharma yang tidak baik.

3. Pwo Lu Jye Di Shau Bwo La Ye

PWO LU JYE DI mempunyai arti "merenungkan". Yang lain
menerjemahkannya sebagai `terang', seperti di dalam kata
Vairocana, "cahaya terang yang menyinari semesta alam". Kata-kata
ini juga diterjemahkan sebagai "yang direnungkan dan diselidiki",
yang dimaksud di sini adalah alam-alam yang diperhatikan.

SHAU BWO LA YE artinya "kebahagiaan". Keseluruhan kalimat ini dengan
demikian bisa diartikan sebagai „kebahagiaan kontemplatif" tiada
lain tiada bukan, Bodhisattva Avalokitesvara, Bodhisattva Yang
Mendengarkan Suara Dunia.
4. Pu Ti Sa Two Pe Ye
Setiap orang tahu bahwa PU TI adalah Bodhi, "pencerahan". SA TWO
berarti "menyeberangkan", seperti di dalam anak
kalimat `menyeberangkan makhluk hidup'. PU TI SA TWO PE YE
menyatakan bahwa para Bodhisattva mencerahkan dan menyeberangkan
diri mereka. Mereka membangunkan diri mereka dan menyeberangkan
hakikat diri mereka. PE YE masih tetap berarti „bersujud memberi
hormat". YE itu adalah „meletakkan kepala di atas tanah untuk
menghormat".

Siapa yang dihormati? Orang memberi hormat kepada Bodhisattva yang
telah mencerahkan dirinya sendiri dan membawa dirinya menyeberang.
Di dalam penjelasan mantra ini, dikatakan bahwa kalimat ini menunjuk
kepada Bodhisattva Tali Tidak Kosong yang memimpin pasukan makhluk
halus. Ketika baris mantra ini diucapkan, Bodhisattva Tali Tidak
Kosong mengutus pasukan surga dan panglima surga melindungi orang
yang mengucapkannya.

5. Mwo He Sa Two Pe Ye
MWO HE memiliki tiga arti: "agung", "banyak", dan "jaya". MWO HE:
Mereka yang telah memunculkan hati Bodhi agung. MWO HE: Banyak orang
yang telah memunculkan hati Bodhi agung. MWO HE: Orang banyak yang
telah memunculkan hati Bodhi agung itu semuanya telah mendapatkan
pencapaian; semuanya telah jaya.

SA TWO di sini mempunyai arti yang berbeda dari arti sebelumnya.
Dalam baris sebelumnya kata ini berarti „menyeberangkan", namun di
sini SA TWO mengandung arti „ia yang pahlawan", yakni ia yang gagah
berani, dan tanpa takut. SA TWO juga berarti „ia yang penuh
semangat", dan menunjukkan mereka yang berlatih dengan gigih dan
maju dengan penuh semangat.

PE YE sekali lagi berarti „menghormat". Bersama-sama, kalimat ini
menjadi: „Saya bersujud menghormat kepada Bodhisattva agung yang
tanpa takut dan penuh semangat, dan yang telah memunculkan hati
Bodhi."

Para Bodhisattva mencerahkan diri mereka dan membawa diri mereka
menyeberang; mereka juga mencerahkan orang lain dan membawa mereka
menyeberang.

6. Mwo He Jya Lu Ni Jya Ye
MWO HE sekali lagi berarti "agung, banyak, dan jaya". JYA LU
artinya „welas asih". NI JYA adalah "hati". Bersama-sama kalimat ini
berarti, "hati welas asih agung". YE mempunyai makna „menghormat".
Artinya, kita harus bersujud menghormat kepada Mantra Semangat
Dharani Hati Welas Asih Agung.

7. Nan
NAN Bermakna „bunda asal". Bunda asal juga bisa berarti „bunda
mantra", dan „bunda Buddha". Bunda Buddha adalah ibu dari hati semua
makhluk hidup, karena hati dari semua makhluk hidup mengandung semua
kebijaksanaan dari bunda asal. Melalui kekuatan mantra ini, sepuluh
macam pintu Dharma terbuka:

Yang pertama adalah „kata-kata". Yang kedua adalah „anak kalimat".
Yang ketiga adalah „merenungkan", yakni orang yang menggunakan
kontemplasi dan pengamatan untuk berlatih.

Yang keempat adalah „kebijaksanaan". Dengan menggunakan pedang
kebijaksanaan orang mengikis habis semua penderitaan. Kebijaksanaan
menunjuk kepada pintu Prajna Paramita, penyempurnaan kebijaksanaan.
Kontemplasi atau perenungan menunjuk kepada pintu Dhyana Paramita,
penyempurnaan meditasi Dhyana.

Yang kelima adalah „latihan". Orang berkembang dan berlatih sesuai
dengan Dharma. Yang keenam adalah „sumpah". Orang harus bersumpah
untuk mengembangkan pintu Dharma ini. Yang ketujuh adalah „ajaran".
Orang harus bersumpah untuk berlatih sesuai dengan ajaran Sang
Buddha. Jika tidak berlatih selaras dengannya, maka meskipun telah
berlatih selama masa ribuan tahun sebanyak pasir di Sungai Gangga,
ia tetap tidak akan berhasil. Seumpama memasak pasir dan berharap
pasir itu menjadi nasi; hal seperti itu tak akan pernah terjadi.

Namun, untuk bisa berlatih selaras dengan ajaran Sang Buddha, orang
pertama-tama harus memahami „doktrin". Sehingga yang kedelapan
adalah „doktrin", yaitu prinsip Jalan. Jika menyatu dengan doktrin
Buddhadharma yang menakjubkan, ia akan mendapatkan pengertian. Jika
tidak, ia akan berlatih secara membuta, dan berlatih di dalam gelap.
Biar selama apapun ia berlatih, tak akan ada hasil yang dicapai.

Yang kesembilan adalah „sebab". Orang harus menanam suatu sebab yang
baik, suatu benih yang terbaik, suatu sebab yang luhur. Maka di masa
yang akan datang ia bisa memetik buah yang masak, buah yang ajaib,
dan buah yang terbaik, buah dari pencerahan tertinggi. Sehingga
dengan demikian, yang kesepuluh adalah „buah".

Demikianlah, kata NAN melahirkan sepuluh pintu kepada Dharma yang
menakjubkan. Pada saat Mantra Welas Asih Agung dinyatakan dan NAN
disebutkan, semua hantu dan makhluk halus akan mengatupkan kedua
belah telapak tangan mereka. Mereka sungguh merasa hormat dan tidak
berani mengendur atau menjadi malas tatkala mendengar ada orang yang
mengucapkan Mantra Welas Asih Agung. Kata NAN ini sedemikian kuatnya
sehingga, baik hantu, makhluk halus, setan, semuanya harus mengikuti
aturan. NAN menyebabkan semua hantu dan makhluk halus dengan khidmat
mendengarkan pengucapan mantra, dengan kedua telapak tangan terkatup.
8. Sa Pan La Fa Ye

SA PAN LA artinya „ahli". Pada saat kalimat ini disebutkan, Empat
Raja Surga datang sebagai pelindung Dharma bagi orang yang
mengucapkannya. FA YE berarti "dihormati dunia" atau "dihormati
orang suci". Kata ini menyatakan Ia Yang Ahli Yang Dihormati Dunia,
Ia Yang Ahli Yang Dihormati Orang Suci: Buddha yang ahli. Kalimat
ini menunjuk kepada Permata Buddha.


9. Swo Da Nwo Da Sye

Kebanyakan orang membaca kata pertama baris ini sebagai „shu", tapi
ia harus dibaca „swo". SWO DA NWO berarti "Dharma". Dharma apa? Ini
adalah „tempat dengan kemenangan ajaib", „Dharma kemenangan ajaib".
SWO DA NWO juga berarti „mulia, teragung, dan muncul dari
kemenangan". Tidak ada yang lebih mulia daripada Dharma ini, dan
tidak ada yang lebih agung, ia berasal dari kemenangan.

Interpretasi lain adalah „tubuh jaya, yang muncul dengan ajaib".
Pemunculan seperti ini halus dan ajaib; tubuhnya membawa kemenangan.

Itu adalah satu cara untuk menerjemahkan SWO DA NWO. Diterjemahkan
dengan cara lain, SWO DA NWO dapat menjadi „tingkat kendaraan paling
agung", menunjuk kepada alam di mana orang telah mencapai tingkat
kesepuluh Kebodhisattvaan.

DA SYE menyatakan Permata Sangha. SA PAN LA FA YE mewakili Permata
Buddha. SWO DA NWO menyatakan Permata Dharma. Dengan demikian,
keseluruhan kalimat menunjuk kepada Tiga Permata. Ini artinya kita
harus meminta perlindungan Tiga Permata. Dengan mengucapkan mantra
ini, kita meminta pertolongan Tiga Permata.

DA SYE artinya menggunakan doktrin ajaran untuk mengendalikan semua
hantu dan makhluk halus, dan menggunakan mantra untuk mengumpulkan
mereka, atau dengan kata lain, "membabarkan ajaran dan mengumpulkan
dengan mantra".


10. Na Mwo Syi Ji Li Two Yi Meng E Li Ye

NA MWO, NA MWO lagi dan lagi. Kelihatannya kita selalu mengucapkan
NA MWO kepada orang lain dan tidak pernah untuk diri sendiri. Mereka
yang mengembangkan Jalan harus mengatakan NA MWO kepada diri mereka
sendiri dan tidak hanya berlindung kepada orang lain.

NA MWO berarti bahwa saya, saya sendiri, berlindung kepada Tiga
Permata dari seluruh penjuru yang tidak terbatas, tidak terbatas.

SYI JI LI berarti "seluruhnya, sepenuh hati", "dengan sepenuh hati
menghormat". TWO YI MENG artinya „saya", „saya dari yang tanpa
saya". Jadi orang memberi hormat kepada diri sendiri, tetapi kepada
diri yang "tanpa diri". Bagaimana mungkin bisa tanpa diri? Jika ada
orang yang memukul, kita tidak merasa sakit; jika mereka memaki,
kita tidak merasa marah. Jika mereka menghina, seolah-olah tidak
terjadi apa-apa. Kita bahkan tidak perlu berusaha sabar, karena jika
berusaha mempraktekkan kesabaran, kita telah jatuh ke posisi kedua.
Di sini, tidak diperlukan kesabaran, karena pada dasarnya tidak
terdapat kesabaran untuk digunakan, dan tidak ada orang untuk
menggunakannya.

E LI YE bermakna, „yang bijaksana". Jadi orang dengan sepenuh hati
bersujud menghormati „saya", yang bijaksana. Semua Bodhisattva,
Mahasattva, semua dewa dan naga, dan semua Delapan Ruas Bagian
makhluk gaib harus menghormat kepada yang bijaksana, „saya"
dari „yang tanpa saya". Banyak sekali yang bijaksana ini. Siapakah
mereka? Saya akan menggunakan kesempatan ini untuk menjelaskannya.


11. Pe Lu Ji Di Shr Fwo La Leng Two Pe

PE LU JI DI mempunyai makna „merenungkan". SHR FWO LA
berarti "bahagia", atau "suara dunia". Ini persis adalah Bodhisattva
Yang Memperhatikan Suara Dunia. Namun tidak mesti hanya Bodhisattva
Yang Memperhatikan Suara Dunia yang bahagia di dalam perenungan, dan
yang merenungkan suara-suara dunia. Jika orang dapat membahagiakan,
jika ia dapat menjadi ahli dan menyelamatkan makhluk hidup, maka ia
adalah Bodhisattva. Bukan merupakan keharusan, bahwa hanya
Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara Dunia yang merupakan seorang
Bodhisattva. Jika ada orang yang dapat menguasai Dharma, maka ia
pun, ia sendiri, merupakan penjelmaan dari Bodhisattva tersebut;
jika saya menguasainya, saya merupakan penjelmaan dari Sang
Bodhisattva.

LENG TWO PE berarti "sebuah pulau di atas laut". Ini menunjukkan
Gunung Potala di mana Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara Dunia
tinggal, gunung P'u T'o di Tiongkok. Potala mempunyai arti "bunga-
bunga putih kecil" karena ia ditutupi oleh kembang-kembang putih
kecil. Terdapat sebuah istana di sana yang terbuat dari batu. Istana
ini disebuat "Istana Kasih Welas Asih". Di sinilah Bodhisattva
tinggal. Tempat ini seindah istana surga dan dibuat dari tujuh
permata: emas, perak, batu lazuli, kristal, indung mutiara, mutiara
merah, dan karnelian. Namun tidaklah mudah untuk bisa menginjakkan
kaki di sana.

PE LU JYE DI SHR FWO LA adalah ia yang welas asih. LENG TWO PE
adalah istana welas asih tempat Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara
Dunia tinggal.
8. Sa Pan La Fa Ye

SA PAN LA artinya „ahli". Pada saat kalimat ini disebutkan, Empat
Raja Surga datang sebagai pelindung Dharma bagi orang yang
mengucapkannya. FA YE berarti "dihormati dunia" atau "dihormati
orang suci". Kata ini menyatakan Ia Yang Ahli Yang Dihormati Dunia,
Ia Yang Ahli Yang Dihormati Orang Suci: Buddha yang ahli. Kalimat
ini menunjuk kepada Permata Buddha.


9. Swo Da Nwo Da Sye

Kebanyakan orang membaca kata pertama baris ini sebagai „shu", tapi
ia harus dibaca „swo". SWO DA NWO berarti "Dharma". Dharma apa? Ini
adalah „tempat dengan kemenangan ajaib", „Dharma kemenangan ajaib".
SWO DA NWO juga berarti „mulia, teragung, dan muncul dari
kemenangan". Tidak ada yang lebih mulia daripada Dharma ini, dan
tidak ada yang lebih agung, ia berasal dari kemenangan.

Interpretasi lain adalah „tubuh jaya, yang muncul dengan ajaib".
Pemunculan seperti ini halus dan ajaib; tubuhnya membawa kemenangan.

Itu adalah satu cara untuk menerjemahkan SWO DA NWO. Diterjemahkan
dengan cara lain, SWO DA NWO dapat menjadi „tingkat kendaraan paling
agung", menunjuk kepada alam di mana orang telah mencapai tingkat
kesepuluh Kebodhisattvaan.

DA SYE menyatakan Permata Sangha. SA PAN LA FA YE mewakili Permata
Buddha. SWO DA NWO menyatakan Permata Dharma. Dengan demikian,
keseluruhan kalimat menunjuk kepada Tiga Permata. Ini artinya kita
harus meminta perlindungan Tiga Permata. Dengan mengucapkan mantra
ini, kita meminta pertolongan Tiga Permata.

DA SYE artinya menggunakan doktrin ajaran untuk mengendalikan semua
hantu dan makhluk halus, dan menggunakan mantra untuk mengumpulkan
mereka, atau dengan kata lain, "membabarkan ajaran dan mengumpulkan
dengan mantra".


10. Na Mwo Syi Ji Li Two Yi Meng E Li Ye

NA MWO, NA MWO lagi dan lagi. Kelihatannya kita selalu mengucapkan
NA MWO kepada orang lain dan tidak pernah untuk diri sendiri. Mereka
yang mengembangkan Jalan harus mengatakan NA MWO kepada diri mereka
sendiri dan tidak hanya berlindung kepada orang lain.

NA MWO berarti bahwa saya, saya sendiri, berlindung kepada Tiga
Permata dari seluruh penjuru yang tidak terbatas, tidak terbatas.

SYI JI LI berarti "seluruhnya, sepenuh hati", "dengan sepenuh hati
menghormat". TWO YI MENG artinya „saya", „saya dari yang tanpa
saya". Jadi orang memberi hormat kepada diri sendiri, tetapi kepada
diri yang "tanpa diri". Bagaimana mungkin bisa tanpa diri? Jika ada
orang yang memukul, kita tidak merasa sakit; jika mereka memaki,
kita tidak merasa marah. Jika mereka menghina, seolah-olah tidak
terjadi apa-apa. Kita bahkan tidak perlu berusaha sabar, karena jika
berusaha mempraktekkan kesabaran, kita telah jatuh ke posisi kedua.
Di sini, tidak diperlukan kesabaran, karena pada dasarnya tidak
terdapat kesabaran untuk digunakan, dan tidak ada orang untuk
menggunakannya.

E LI YE bermakna, „yang bijaksana". Jadi orang dengan sepenuh hati
bersujud menghormati „saya", yang bijaksana. Semua Bodhisattva,
Mahasattva, semua dewa dan naga, dan semua Delapan Ruas Bagian
makhluk gaib harus menghormat kepada yang bijaksana, „saya"
dari „yang tanpa saya". Banyak sekali yang bijaksana ini. Siapakah
mereka? Saya akan menggunakan kesempatan ini untuk menjelaskannya.


11. Pe Lu Ji Di Shr Fwo La Leng Two Pe

PE LU JI DI mempunyai makna „merenungkan". SHR FWO LA
berarti "bahagia", atau "suara dunia". Ini persis adalah Bodhisattva
Yang Memperhatikan Suara Dunia. Namun tidak mesti hanya Bodhisattva
Yang Memperhatikan Suara Dunia yang bahagia di dalam perenungan, dan
yang merenungkan suara-suara dunia. Jika orang dapat membahagiakan,
jika ia dapat menjadi ahli dan menyelamatkan makhluk hidup, maka ia
adalah Bodhisattva. Bukan merupakan keharusan, bahwa hanya
Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara Dunia yang merupakan seorang
Bodhisattva. Jika ada orang yang dapat menguasai Dharma, maka ia
pun, ia sendiri, merupakan penjelmaan dari Bodhisattva tersebut;
jika saya menguasainya, saya merupakan penjelmaan dari Sang
Bodhisattva.

LENG TWO PE berarti "sebuah pulau di atas laut". Ini menunjukkan
Gunung Potala di mana Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara Dunia
tinggal, gunung P'u T'o di Tiongkok. Potala mempunyai arti "bunga-
bunga putih kecil" karena ia ditutupi oleh kembang-kembang putih
kecil. Terdapat sebuah istana di sana yang terbuat dari batu. Istana
ini disebuat "Istana Kasih Welas Asih". Di sinilah Bodhisattva
tinggal. Tempat ini seindah istana surga dan dibuat dari tujuh
permata: emas, perak, batu lazuli, kristal, indung mutiara, mutiara
merah, dan karnelian. Namun tidaklah mudah untuk bisa menginjakkan
kaki di sana.

PE LU JYE DI SHR FWO LA adalah ia yang welas asih. LENG TWO PE
adalah istana welas asih tempat Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara
Dunia tinggal.
12. Na Mwo Nwo La Jin Chr

Dalam baris ini NA MWO masih bermakna "berlindung"
dan "mempersembahkan hidup dan tunduk dengan hormat". NWO LA
mempunyai arti „yang mulia", dan JIN CHR berarti „kasih", yakni
kasih dalam arti perlindungan kasih sayang yang penuh welas asih.
Sebelumnya saya telah menjelaskan sepuluh hati dari Sutra yang
merupakan wajah dari mantra ini: kita harus mengandalkan sepuluh
hati ini di dalam berlatih.

NWO LA JIN CHR „perlindungan yang baik dari ia yang penuh kasih
sayang dan mulia", menunjuk kepada yang pertama, keenam, dan yang
terakhir dari sepuluh hati, yaitu, Hati Welas Asih Agung, Hati Yang
Menghormati, dan Hati Bodhi Yang Tak Tertandingi.


13. Syi Li Mwo He Pan Dwo Sa Mye

SYI LI berarti "hati". Hati yang mana ini? Ini adalah hati yang
keempat dari sepuluh hati, Hati Yang Tak Ternoda dan Tak Melekat,
yang mengajarkan kepada kita untuk mempertahankan hati yang murni,
luhur, dan tak ternoda. Hati kita dicemari oleh pikiran-pikiran
keserakahan, kebencian, kebodohan, keangkuhan, dan keraguan. Tanpa-
pikiran-pikiran seperti itu, hati kita tidak ternoda. MWO HE tetap
bermakna „agung". PAN DWO SA MYE, apa artinya ini? PAN DWO SA MYE
mempunyai arti "cahaya terang agung". MWO HE juga bisa
berarti "panjang". PAN DWO SA MYE dengan demikian berarti "terang
yang bersinar lama", terang yang terus menerus memancarkan cahaya
terang benderang.

Sukar sekali adanya kesempatan untuk bertemu dengan orang yang dapat
menjelaskan Mantra Welas Asih Agung. Sebenarnya, untuk bersikap
benar-benar jujur, tidak ada seorang pun yang tahu bagaimana
menjelaskannya; tidak ada seorang pun yang tahu, pada akhirnya, apa
itu Mantra Welas Asih Agung, atau bagaimana cara menerjemahkannya.

Kalian mungkin bertanya, „Kalau demikian halnya, bagaimana engkau
bisa tahu?"

Jangan tanya bagaimana saya tahu. Saya tidak bertanya pada kalian,
jadi kalian juga jangan bertanya pada saya. Bagaimana saya
mengetahuinya? Tentu saja, saya tahu. Jika saya tidak tahu, saya
mana bisa menjelaskannya pada kalian. Jadi jangan tanya bagaimana
saya tahu. Daripada bertanya pada saya bagaimana saya tahu, tanyalah
pada diri kalian sendiri, bagaimana kalian bisa tidak tahu. Jika
kalian tahu mengapa kalian tidak tahu, maka kalian akan tahu
bagaimana saya bisa tahu. Sebaliknya, jika kalian tidak tahu mengapa
kalian tidak tahu, kalian tidak akan bisa tahu bagaimana saya bisa
tahu. Inilah yang membuatnya indah.

Misalnya, ada orang bertanya pada saya, "Mengapa engkau meninggalkan
kehidupan berumahtangga?"

Saya tidak menjawab pertanyaannya. Sebaliknya saya bertanya
kembali, "Mengapa engkau tidak meninggalkan kehidupan berumahtangga?"

Jika kalian tahu mengapa kalian tidak meninggalkan kehidupan
berumahtangga, kalian akan tahu mengapa saya meninggalkannya. Inilah
prinsipnya. Daripada bertanya pada saya bagaimana saya bisa
mengerti, tanyalah pada diri kalian mengapa kalian tidak mengerti.
Pada waktu kalian tahu mengapa kalian tidak mengerti, pada waktu itu
juga kalian akan tahu mengapa saya mengerti.

Semua dari kalian yang berkesempatan mendengarkan penjelasan Mantra
Welas Asih Agung memiliki akar yang baik. Namun kalian harus
melindungi akar baik itu dan merawatnya dengan hati-hati.
Manfaatkanlah akar baik ini, yang harus kembali ke masa yang sangat
panjang, untuk mempelajari Buddhadharma, dan jangan membiarkan satu
saat pun terbuang percuma. Jangan lupa bahwa waktu tidak menunggu
manusia. Begitu hari ini berlalu, kalian tidak dapat meraihnya
kembali. Manfaatkanlah waktu sebaik-baiknya untuk mempelajari
Buddhadharma Yang Tak Tertandingi; jika kalian membiarkan waktu
berlalu, kalian tidak akan pernah bisa memahami Buddhadharma, kalian
cuma akan menghabiskan waktu dengan sia-sia.

PAN DWO SA MYE, „cahaya agung terang" atau „terang yang bersinar
lama", berkaitan dengan hati yang kelima, Perenungan Hati Kosong.
Melalui Perenungan pada Kesunyaan, orang memperoleh kebijaksanaan.
Dengan kebijaksanaan, orang mendapatkan cahaya terang, dan dengan
cahaya terang ia memperoleh terang yang bersinar lama, dan menjadi
tidak memiliki „yang tidak terang", atau „ketidaktahuan".

Mengapa kalian tidak tahu? Karena kalian tidak mempunyai terang yang
bersinar lama. Kalian tidak mempunyai terang yang bersinar lama
karena kalian tidak memiliki cahaya terang. Jika kalian memiliki
cahaya terang, kalian bisa mendapatkan terang yang bersinar lama,
dan dengan itu kalian bisa menghancurkan ketidaktahuan.
14. Sa Pe E Two Dou Shu Peng

Kalimat dari mantra ini dibagi tiga dan jika diucapkan memiliki tiga
makna yang berlainan. SA PE mempunyai arti „semua", dan juga
mengandung makna „keutuhan". Karenanya SA PE menghadirkan hati yang
ketiga, Hati Keutuhan, atau Hati Keseimbangan.

E TWO DOU berarti „kemakmuran, kebahagiaan, tanpa kemiskinan". Orang
hidup berkecukupan dan gembira karena tidak miskin. Baris ini juga
bisa diartikan „seperti kehendakmu, tidak habis". „Seperti
kehendakmu" mempunyai makna, keadaan apapun yang timbul, pasti
sesuai dengan apa yang kita inginkan. Nilai „seperti kehendakmu" ini
tidak habis-habis. Di antara sepuluh hati, baris ini menunjuk kepada
yang ketiga, Hati Yang Tak Terkondisi, yakni hati yang „makmur,
bahagia, dan tidak miskin".

SHU PENG berarti „mulia dan luhur, tanpa rasa cemas". Karena mulia
dan kokoh, SHU PENG bersih dan luhur, dan karenanya, tanpa rasa
cemas. Baris itu mewakili hati kesembilan dari kesepuluh hati, Hati
Tanpa Pandangan, atau Kemelekatan. Pandangan dan kemelekatan bersama-
sama merupakan satu dari Lima Pelayan Cepat. Jika melihat sesuatu,
hati akan menggenggamnya dan menjadi melekat padanya. Namun dengan
hati kesembilan, pandangan dan kemelekatan tidak muncul.


15. E Shr Yun

E SHR YUN, seperti sebelumnya, adalah bahasa dari Surga Besar
Brahma. Ia berarti „Dharma yang tiada bandingannya". Tidak ada
Dharma yang bisa dibandingkan dengan yang satu ini. E SHR YUN juga
dapat berarti „ajaran yang tiada bandingannya", karena tidak ada
agama lain yang bisa dibandingkan dengannya. Baris ini menghadirkan
hati ketujuh, Hati Yang Rendah Hati, hati yang luar biasa hormat dan
akur dengan siapapun yang ditemui. Baris ini juga mewakili hati yang
kedelapan, Hati Yang Tidak Kacau. Ini adalah Dharma Hati-Prajna yang
luhur dan tidak bernoda dari Sang Bodhisattva Yang Mendengarkan
Suara Dunia.

Kesepuluh hati merupakan perujudan Dharani, dan kita harus
meletakkan prinsip-prinsipnya di dalam praktek, tanpa melupakannya.
Kita harus berlatih sesuai dengan Dharani Sutra, mengandalkannya
untuk menempuh Jalan dan memastikan buahnya.


16. Sa Pe Sa Dwo Na Mwo Pe Sa Two Na Mwo Pe Chye

SA PE SA DWO berasal dari bahasa Sansekerta dan
bermakna "Bodhisattva tubuh dan hati agung".

NA MWO PE SA DWO, juga berasal dari bahasa Sansekerta, artinya "masa
muda perawan, ksatria awal", yang melambangkan seorang Pangeran
Dharma – seorang Bodhisattva. Ungkapan "masa muda perawan",
menggambarkan hakikat asal. "Ksatria awal" adalah istilah yang
diberikan khusus kepada Bodhisattva. Mereka juga disebut ksatria
agung. Dalam perjalanan menuju Kebuddhaan, Bodhisattva disebut
Pangeran Dharma hingga ke Landasan Kesepuluh.

NA MWO PE CHYE mempunyai arti "tak tersaingi". Makna yang sama
terdapat di dalam Sutra Hati, "Karenanya, kenalilah Prajna Paramita,
mantra agung ini, mantra agung benderang ini, mantra tertinggi ini,
mantra yang tak tertandingi ini…."

"Apa yang tak tersaingi?" barangkali ada yang tanya.

Jawabnya: PE CHYE. PE CHYE artinya "Yang Dihormati Dunia", para
Buddha dari sepuluh penjuru.
17. Mwo Fa Te Dou

MWO FA TE DOU menyatakan „kerabat surgawi, sahabat duniawi". Ini
maknanya, „Semua Bodhisattva, tolonglah saya; jadilah kerabat
surgawi dan sahabat duniawi saya, agar semua Dharma yang baik dapat
dicapai."

Kalimat di dalam mantra ini merupakan permohonan untuk meminta
bantuan kepada semua Buddha dan Bodhisattva.


18. Da Jr Two

Sutra Hati juga menyatakan, "Karena alasan itu, mantra Prajna
Paramita diucapkan; mantra itu berlangsung seperti ini."

DA JR TWO artinya „mantra itu berlangsung seperti ini". DA JR TWO
dengan demikian berarti „yaitu untuk mengatakan". Bodhisattva Yang
Mendengarkan Suara Dunia menggunakan Hati Welas Asih Agung untuk
mengucapkan Kata-kata Sejati – berbagai suku kata dalam bahasa
Sansekerta. DA JR TWO juga adalah „simbol tangan (mudra)". Orang
membuat simbol dengan tangan. Ia juga mempunyai arti "mata
kebijaksanaan", dan yang dimaksud di sini adalah mata kebijaksanaan
dari makhluk hidup. DA JR TWO, dengan demikian, menyatakan berbagai
pintu Dharma dan mata kebijaksanaan, sehingga dapat diterjemahkan
sebagai "yang dibabarkan".


19. Nan E Pu Lu Syi

Kata NAN telah dijelaskan sebelumnya. Pada saat NAN diucapkan, semua
hantu dan makhluk halus mengatupkan telapak tangan mereka, dan
dengan penuh hormat mendengarkan perintah orang yang mengucapkannya.
NAN juga menghasilkan pintu-pintu Dharma yang mengikutinya.

E PU LU SYI adalah Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara
Dunia „Avaloki". Ini artinya „memperhatikan", menggunakan
kebijaksanaan untuk mendengarkan suara dunia. Di dalam dunia banyak
terdapat berbagai suara. Bodhisattva merenungkan suara-suara
penderitaan, suara-suara iba yang berasal dari orang-orang yang
mengalami kesengsaraan.


20. Lu Jya Di

LU JYA DI artinya „kebahagiaan duniawi", atau „dihormati dunia".
Kalimat 19 dan 20, Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara dari Dunia
dengan penuh Kebahagiaan, adalah nama dari Sang Bodhisattva
Avalokitesvara.


21. Jya La Di

JYA LA DI bermakna „yang simpatik", ia yang penuh kasih sayang
agung, yang menyelamatkan makhluk hidup – semua makhluk hidup – dari
penderitaan dan tekanan. Ia yang menyembuhkan makhluk hidup dari
penderitaan adalah „seorang yang agung simpatinya". JYA LA DI juga
berarti „pelaku", ia yang membuat karma di dalam Jalan, yang membuat
semua makhluk hidup mengembangkan hati Bodhi, yang melaksanakan
pekerjaan agung Bodhisattva, dan menyelesaikan karma di dalam Jalan.


22. Yi Syi Li

YI SYI LI maksudnya „selaras dengan ajaran". Pada waktu orang
mengucapkan baris ini, sesungguhnya ia berkata, „Saya pasti akan
melaksanakan ajaran Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara Dunia, serta
akan menuntun dan mengadakan peralihan bagi makhluk hidup. Saya akan
mempersembahkan semua perbuatan saya agar selaras dengan ajaran."

YI SYI LI artinya „mempersembahkan perbuatan selaras dengan ajaran",
berpaling kepada ajaran Bodhisattva dan dengan sepenuh hati
mempraktekkannya.


23. Mwo He Pu Ti Sa Two

MWO HE mempunyai arti "agung". PU TI artinya "cerah di dalam Jalan".

SA TWO bermakna "ia yang luar biasa beraninya". Dalam kalimat ini,
Bodhisattva yang cerah agung, dan maha berani, mengembangkan hati
Bodhi dan menumbuhkan perilaku agung Bodhi. Mengembangkan hati Bodhi
artinya menanam benih pencerahan. Menumbuhkan perilaku agung Bodhi
berarti merawat dan memupuk tunas Bodhi sehingga nantinya dapat
memanen buah Bodhi, dan mencapai Jalan Bodhi agung. Inilah yang
dimaksud dengan MWO HE PU TI SA TWO.

Bagian dari mantra ini menghadirkan kesempurnaan Bodhisattva di
dalam samadhi maupun kebijaksanaan, dan menghiasi tubuhnya dengan
bermilyar kebajikan. Ketika samadhi disempurnakan, kebijaksanaan
disempurnakan; ketika kebijaksanaan disempurnakan, samadhi
disempurnakan. Karena Sang Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara Dunia
memiliki samadhi, ia mengembangkan kebijaksanaan; karena ia memiliki
kebijaksanaan, ia dapat menumbuhkan samadhi. Tanpa samadhi tidak ada
kebijaksanaan. Dan tanpa kebijaksanaan tidak dapat muncul samadhi.
Mereka tidak bersifat mendua.

Bermilyar kebajikan menghiasi tubuh Bodhisattva, karena tidak ada
satu Dharma pun yang ia abaikan. Perbuatan baik, kecil ataupun
besar, Sang Bodhisattva melakukannya. Dan karenanya dikatakan:

„Ia tidak mengabaikan perbuatan bajik yang paling kecil sekalipun.
Tidak juga ia berbuat jahat yang paling kecil sekalipun."

Dengan tidak melakukan perbuatan jahat, dan melakukan semua
perbuatan bajik, Bodhisattva melahirkan hati Bodhi dan memetik buah
Bodhi. Ia menghiasi tubuh Dharmanya sendiri dengan bermilyar
kebajikan. Dengan melahirkan hati yang penuh welas asih agung, ia
mempraktekkan Dharma yang tidak berkondisi, dan menjadi selaras
dengan batin semua makhluk hidup; ia menjalankan pekerjaan Buddha.

Namun Bodhisattva sendiri, dalam hakikat asalnya dan dalam inti
aslinya, tidak memiliki ciri makhluk hidup. Bodhisattva
memperlakukan dirinya sendiri dan semua makhluk hidup sebagai satu
keutuhan, tanpa pembedaan dan tanpa sikap memihak. Tidak berharap
untuk menyakiti dirinya sendiri, ia berharap untuk memusnahkan
penderitaan semua makhluk hidup. Meskipun ia menyelamatkan mereka
dari penderitaan, ia tidak mengingat telah menyelamatkan mereka. Ia
tidak pernah mengatakan, „Karena saya telah menyelamatkan kalian,
kalian seharusnya berterima kasih padaku. Saya telah mengangkat
kalian dari kesulitan. Kalian benar-benar harus berterima kasih."

Karena tidak memiliki pikiran seperti itu, Bodhisattva mampu
mengujudkan tiga puluh dua tubuh untuk memenuhi kebutuhan makhluk
hidup. Misalnya, jika tubuh seorang Buddha diperlukan untuk
menyelamatkan makhluk hidup, Bodhisattva muncul di dalam tubuh
seorang Buddha untuk membabarkan Dharma pada makhluk hidup tersebut.
Jika tubuh seorang Pratyeka Buddha yang dibutuhkan, ia muncul
sebagai seorang Pratyeka Buddha untuk membabarkan Dharma. Demikian
juga, untuk mereka yang perlu diajar oleh seorang Arhat, atau raja,
dan sebagainya.

Untuk menyelamatkan makhluk hidup, Bodhisattva memiliki kemampuan
untuk mengujud dalam ketiga puluh dua tubuh fisik. Ia juga memiliki
empat belas macam ketidaktakutan dan empat kemuliaan yang tak
tertandingi – yaitu, empat macam penembusan spiritual dan kemampuan
ajaib yang tak tertandingi. Ia telah meraih perpaduan sempurna, dan
telah mencapai buah Bodhi agung. Itulah semua pencapaian Bodhisattva
Yang Mendengarkan Suara Dunia.
24. Sa Pe Sa Pe

Kalimat SA PE SA PE mengiringi „Mata dan Tangan Simbol Mulia", dan
bermakna „manfaat dan kebahagiaan untuk semua". Dengan mengembangkan
Mata dan Tangan ini, orang dapat membawa manfaat dan kebahagiaan
bagi semua makhluk. Para dewa, panglima-panglima Raja Yama di dalam
neraka, dan raja-raja hantu, semuanya akan patuh. Orang yang
menguasai Tangan dan Mata ini dapat berkata, "Bebaskan pendosa itu,"
dan mereka akan membebaskannya. Mengapa? Karena ia memiliki Simbol
Mulia.

Simbol Mulia laksana cap kebesaran kaisar. Jika sebuah surat bercap
kerajaan, semua orang menghormatinya, dan mengikuti perintahnya
dengan patuh. Tidak ada yang berani menentangnya. Jika Simbol Mulia
dimiliki, seseorang mampu membawa manfaat dan kegembiraan bagi semua
orang. Ia dapat menunjukkan kepada mereka perbuatan bajik apa yang
harus dilakukan, dan mereka akan mendapatkan manfaatnya.

Misalnya, ada di antara kalian yang telah berusaha keras dan ulet
hingga berhasil mencapai pengembangan Simbol Mulia. Misalnya juga,
ada orang yang sekarat di ujung kehidupan. Maka orang yang menguasai
Simbol Mulia itu dapat membubuhkan simbol mulianya pada sehelai
kertas, dan menulis beberapa baris kalimat kepada Raja
Yama, „Biarkan ia lewat. Biarkan ia kembali. Engkau jangan
membiarkannya mati."

Maka Raja Yama sekalipun tidak akan berani menentang. Keajaiban
kemampuan Simbol Mulia adalah ia mampu menghidupkan kembali yang
mati. Namun untuk dapat menggunakannya, pertama-tama orang harus
berhasil mengembangkannya terlebih dahulu. Sebelum berhasil
dikembangkan, manfaat simbol mulia tidak akan sebesar itu.

Apa yang dimaksud dengan berhasil mengembangkannya? Ini seperti
berangkat ke sekolah. Pertama, seorang siswa duduk di tingkat dasar.
Kemudian ia meneruskan ke tingkat lanjutan, dan terus ke perguruan
tinggi. Akhirnya ia dapat memperoleh gelar Ph.D. Mengembangkan
Simbol Mulia hingga berhasil, dapat diumpamakan dengan usaha meraih
gelar Ph.D., kecuali bahwa kemuliaannya jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan Ph.D.

Simbol Mulia membawa manfaat, menyelamatkan semua makhluk hidup, dan
menjadikan mereka bahagia. Tidakkah ini amat ajaib? Untuk bisa
mendapatkan manfaat darinya, atau untuk bisa menggunakannya kepada
orang lain, Empat Puluh Dua Tangan dan Mata harus dikembangkan. Dan
SA PE SA PE adalah satu di antaranya.

Mendengar saya berbicara seperti ini, ada orang berpikir, "Saya akan
segera mengembangkan Simbol Mulia ini. Lalu setiap kali ada orang
yang akan mati, aku akan memberinya simbol ini. Aku tidak akan
membolehkan Raja Yama membiarkannya mati."

Lakukanlah, ia mampu mencegah orang mati jika ia mau, namun bila
nanti saatnya tiba untuk dia mati, tak akan ada orang yang akan
memberinya simbol itu agar ia tak jadi mati.

Saya telah menggunakan Simbol Mulia dua kali, satu kali di Manchuria
dan sekali lagi di Hong Kong. Di Manchuria, waktu itu terjadinya
mendadak; orang itu pasti mati jika saya tidak memberinya simbol
mulia.

Suatu sore yang hujan, pada hari kedelapan belas di bulan keempat,
seorang anak muda yang bernama Kao Te Fu datang ke Vihara Tiga
Keadaan, tempat saya tinggal waktu itu. Ia berlutut di depan
Buddharupang, membuka pisau jagal yang dibungkusnya dengan surat
kabar, lalu mengangkatnya tinggi-tinggi, bersiap-siap untuk memotong
tangannya dan mempersembahkannya kepada Sang Buddha.

Kalian berpikir bagaimana? Apakah ia pintar dan bijaksana? Tentu
saja, ia sangat bodoh, sangat bodoh. Namun, kebodohannya adalah dari
jenis „kebodohan yang didasari oleh rasa bakti kepada orang tua".

Ibunya sedang sakit parah, dan sudah sekarat. Ia seorang pecandu
opium, bahkan kecanduannya telah sampai di tingkat di mana untuk
menghisap opium pun, ia sudah terlalu lemah. Ia terbaring dalam
keadaan koma, tidak makan tidak minum. Lidahnya menjadi hitam, dan
bibir pecah terbuka. Dokter Barat maupun tabib Tiongkok telah angkat
tangan. Tapi putranya itu berpikir lain, „Bodhisattvalah yang paling
mujarab. Saya akan pergi ke Vihara Tiga Keadaan dan memotong tangan
sendiri untuk dipersembahkan kepada para Buddha. Dengan hati yang
tulus saya akan berdoa agar ibu saya disembuhkan."

Tepat pada saat anak laki-laki itu akan memotong tangannya untuk
dipersembahkan kepada Buddha, seseorang merangkulnya dari
belakang. "Apa yang engkau lakukan? Engkau tidak boleh bunuh diri di
sini!".

„Saya akan memotong tangan saya sebagai persembahan kepada Buddha,"
kata anak laki-laki itu, „agar penyakit ibuku bisa sembuh. Engkau
tidak boleh menghalangiku."

Anak itu meronta melepaskan diri, tapi orang itu tidak mau
melepaskannya. Ia kemudian segera melaporkan kejadian itu kepada
kepala vihara. Kepala vihara berkata bahwa tidak ada yang dapat ia
lakukan, ia mengirim pelindung Dharmanya yang paling berpengaruh, Li
Ching-hua, untuk menjemput saya.

Meskipun kala itu masih seorang samanera, seorang pemula, saya telah
menjadi pengawas di Vihara Tiga Keadaan, suatu jabatan yang hanya di
bawah kepala vihara. Bagaimanapun juga, sebagai seorang pemula, saya
bukanlah dari kelompok "tukang makan, tidur, dan minum". Saya bangun
sebelum yang lain bangun, bukan sesudahnya. Saya melakukan pekerjaan
yang tidak seorang pun mau mengerjakannya, dan hanya makan sekali
sehari di siang hari. Saya tidak menyimpan makanan kecil. Hanya
dengan berlatih, kita dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan kita.
Tidak berhasrat memperbaiki kesalahan menunjukkan kurangnya
kemampuan untuk berlatih.

Baiklah, kepala vihara memanggilku dan saya berkata kepadanya, "Ada
orang datang meminta pertolonganmu, tetapi engkau mengoperkannya
kepadaku. Engkau tidak mau peduli dengan urusan seperti ini, malah
mengalihkan masalah padaku."

"Welas asihlah," kata kepala vihara, „tolonglah ia." Kepala vihara
mengucapkan beberapa kata manis padaku dan saya terbujuk.

„Baiklah," saya bilang, „saya akan pergi."

Lalu saya berkata kepada anak kecil itu, „Naiklah sepedamu pulang,
saya akan mengikuti."

„Tapi, apakah Guru tahu jalan ke sana?" tanyanya.

"Jangan pedulikan saya, pulang sajalah," kataku.

Waktu itu sekitar jam lima sore ketika dia berangkat pulang, dan
matahari mulai terbenam. Ia mengambil jalan utama dan saya mengambil
jalan yang lebih kecil. Rumahnya sekitar enam mil dari sana, dan
ketika ia sampai, ia terkejut melihat saya sudah duduk di sana
menunggunya. „Orang tua bijak, bagaimana engkau bisa sampai duluan?"

"Engkau mungkin bermain-main di tengah jalan, atau barangkali engkau
berhenti dulu menonton atau bermain bola."

„Tidak," kata anak itu, „saya langsung pulang secepat-cepatnya."

„Kalau begitu, sepedamu tidak secepat sepedaku karena saya tiba
duluan."
Tatkala melihat ibunya, seketika itu juga saya merasa tidak ada cara
untuk menyelamatkan hidupnya. Tapi saya memutuskan untuk mencoba dan
menuliskan sebuah simbol seperti ini:

"Anak ini sangat berbakti, ia berusaha memotong tangannya untuk
menyelamatkan hidup ibunya. Karena saya telah mencegah ia berbuat
seperti itu, perempuan ini harus hidup, apapun yang terjadi."

Lalu saya membuat suatu simbol untuknya, dan mengirimkan simbol itu
pada saat itu juga. Pagi berikutnya, perempuan itu, yang telah koma
seolah-olah sudah mati selama tujuh atau delapan hari, bangkit duduk
dan memanggil putra tertuanya dengan menyebut nama kecilnya.

"Chu-tzu, Chu-tzu," katanya, "Saya lapar. Bawakan saya nasi."

Anak laki-laki itu, yang sudah lebih seminggu tidak pernah lagi
mendengar ibunya memanggil namanya, sangat gembira sekali. Ia
berlari ke sampingnya. "Ibu! Engkau sakit selama seminggu lebih,
tidak berkata apapun. Ibu sudah sembuh sekarang?"

Perempuan itu bilang, „Ibu tidak tahu telah berapa lama berlari-lari
di gua hitam tanpa cahaya matahari, bulan, ataupun lampu. Ibu lari
dan lari, hari demi hari, mencari rumah. Ibu memanggil-manggil tapi
tidak ada yang datang. Lalu semalam, Ibu bertemu dengan seorang
bhiksu miskin dengan jubah compang-camping yang menuntunku pulang.
Sekarang Ibu ingin makan nasi."

„Bagaimana rupa bhiksu itu?" putranya bertanya.

"Ia sangat tinggi," katanya, "Saya pasti mengenalnya kalau bertemu
lagi."

"Apakah dia?" kata anak itu lagi, menunjuk ke arah saya. Saya sudah
tertidur di dipan waktu itu.

"Ya!" teriaknya, "dialah orang yang membawaku pulang."

Lalu seluruh keluarga mereka, lebih dari sepuluh orang, tua dan
muda, berlutut di depan saya dan berkata bahwa saya telah
menyelamatkan nyawa ibu mereka, lalu mereka menyatakan berlindung
padaku. "Apapun yang engkau bilang harus kami lakukan, kami akan
patuh," mereka berkata seperti ini.

Tidak berapa lama kemudian, seluruh desa datang menyatakan
berlindung, dan memohon saya menyembuhkan penyakit mereka. Saya
bilang, „Saya akan menyembuhkan kalian dengan pukulan!"

Lalu saya memukul mereka tiga kali dengan kebutan. Setelah memukul
mereka, saya bertanya, „Apakah kalian sudah merasa baik sekarang?"
dan, diiringi rasa kaget, mereka semua telah sembuh.

Itulah pekerjaan yang mengganggu di Manchuria. Kali kedua saya
menggunakan simbol terjadi di Hong Kong. Pada waktu ayah Magdalena
Lew, yang umurnya sudah lebih dari tujuh puluh tahun, sakit, tukang
ramal dan tabib semua mengatakan bahwa ia pasti mati pada tahun itu
juga. Ia datang dan meminta perlindungan untuk menyelamatkan
hidupnya. „Guru," katanya, „bisakah Guru menunda kematianku?"

„Jadi engkau tidak mau mati?" kataku, „Saya akan memberimu umur dua
belas tahun lagi, bagaimana?"

„Baik sekali," katanya. Lalu saya melakukan suatu perbuatan kecil
untuknya, dan ia hidup dua belas tahun lagi.

Namun, janganlah kalian menggunakan Dharma ini untuk mencegah orang
mati atau membawa mereka kembali dari kematian. Dengan berbuat
seperti itu, kalian akan menjadi saingan Raja Yama, dan Raja Yama
akan berkata, „Baiklah, karena engkau mencegah kematiannya, saya
akan mengambil hidupmu sebagai gantinya."

Ketika telah tiba waktunya untuk kalian mati, tak ada yang akan
memberi kalian simbol itu. Jika berpikir dapat melindungi diri
sendiri, kalian salah. Keahlian Dharma kalian itu seperti pisau yang
tidak dapat memotong pegangannya sendiri, dan ketika berhadapan
dengan kesulitan, keadaan kalian akan sama dengan Bodhisattva tanah
liat:

Tatkala Bodhisattva tanah liat menyeberang lautan
Ia berjuang mati-matian melindungi tubuhnya sendiri.

Jadi, meskipun telah menguasai Dharma ini, orang masih harus
berlatih. Karena alasan ini, saya tidak lagi mempedulikan urusan
orang lain. Siapapun yang mati, matilah, dan saya tidak mempedulikan
mereka. Saya tidak terlibat dengan urusan seperti itu lagi.
25. Mwo La Mwo La

Dua kalimat dari mantra ini mempunyai arti "bertambah dan tumbuh".
MWO LA MWO LA juga berarti „seperti yang engkau kehendaki"
dan „sesuai dengan keinginanmu". Mereka mengiringi Mata dan Tangan
Permata Seperti Kehendakmu, yang menambahkan berkah, mendorong
pertumbuhan kebijaksanaan, dan membuat segalanya menjadi
mulia, „seperti kehendakmu", selaras dengan hatimu. Lihat betapa
agung manfaatnya! Inilah sebabnya mengapa Tangan dan Mata ini
merupakan yang pertama dari Keempat Puluh Dua Tangan dan Mata.
Permata Seperti Kehendakmu, yang mulia ini sungguh ajaib mengatasi
kata-kata.

Jika ingin kaya, kembangkanlah. Tangan dan Mata ini, karena begitu
orang menyempurnakannya, ia akan memiliki semua yang dikehendaki,
dan ia tidak perlu cemas lagi bakal jatuh miskin. Ia akan selalu
kaya dan memiliki berkah yang tak terhingga dan tak terbatas.


26. Mwo Syi Mwo Syi Li Two Yun

MWO SYI MWO SYI artinya "tanpa kata, batin tertinggi". Tanpa kata
berarti, "Jangan bicara!"

Batin tertinggi adalah „pikiran terluhur". Dan apakah itu? Itu
adalah sesuatu yang ajaib.

MWO SYI MWO SYI juga dapat diterjemahkan sebagai "bahagia". Menjadi
sebahagia Raja Surga Brahma Agung: tiada kesedihan, tiada kecemasan,
tiada kesengsaraan, bahagia dan terkendali sepanjang hari.

Ini adalah Tangan dan Mata Awan Lima Warna. Dengan membawa awan lima
warna yang mulia di atas telapak tangan, kita benar-benar
sangat "bahagia". Manfaatnya tak terbatas dan tak terhitung, dan
kegunaannya yang membahagiakan dan ajaib adalah abadi.

LI TWO YUN merupakan Tangan dan Mata Teratai Biru. Ini mempunyai
arti "hati bunga teratai". Tatkala kita telah mengembangkan tangan
dan mata ini hingga sempurna, wangi dari teratai biru ini akan
menyebar ke mana-mana, dan kita akan dipuji oleh para Buddha dari
sepuluh penjuru. Dharma ini sungguh sangat halus dan ajaib, dan tak
tertandingi, Dharma yang sangat tinggi dan dalam, yang sulit
ditemukan bahkan dalam masa seribu kali masa yang sangat panjang,
sangat panjang.


27. Jyu Lu Jyu Lu Jye Meng

JYU LU JU LU berasal dari bahasa Sansekerta dan mempunyai
arti „melakukan Dharma", atau „hiasan berguna", atau „tiuplah kulit
keong dan lepaskan batasan". Ini adalah Tangan dan Mata Keong
Permata.

Sekarang karena kita telah memasuki era akhir Dharma, orang-orang
berpikir bahwa hanya mengucapkan Mantra Welas Asih Agung telah
merupakan suatu pencapaian Buddhadharma, namun kenyataannya tidaklah
demikian. Mantra Welas Asih Agung diucapkan demi Empat Puluh Dua
Tangan dan Mata, dan manfaat ajaib dari Mantra Welas Asih Agung
adalah Empat Puluh Dua Tangan dan Mata; Empat Puluh Dua Tangan dan
Mata ini merupakan unsur lengkap dari Mantra Welas Asih Agung.

Jika orang cuma mampu mengucapkan Mantra Welas Asih Agung, tapi
tidak tahu bagaimana mengembangkan Empat Puluh Dua Tangan, ia
seperti orang yang memiliki tangan tapi tidak berkaki, karenanya
tidak dapat ia berjalan. Sebaliknya, jika orang mengembangkan Empat
Puluh Dua Tangan tapi tidak mengembangkan Mantra Welas Asih Agung,
ia adalah orang yang mempunyai kaki namun tidak bertangan, sehingga
tidak dapat mengambil barang; tetap saja tidak berguna.

Karenanya, untuk bisa mengerti dengan jelas Mantra Welas Asih Agung,
pertama-tama Empat Puluh Dua Tangan harus dipahami, dan mantra
tersebut dibaca dan dijunjung tinggi. Maka ia dapat mengerti dengan
jelas Dharma Sang Buddha yang ajaib ini. Ini bukan hanya soal
mendengarkan Guru Dharma menjelaskan mantra, kemudian berpikir, „Ah!
Saya paham apa makna setiap kalimat."

Seperti ini juga tidak ada gunanya, sama saja dengan orang yang
memiliki tubuh tapi tidak memiliki tangan dan kaki. Kita harus
memiliki tubuh, tangan, dan kaki. Baru kemudian kita dapat membuat
mereka bekerja bersama menuntaskan kebajikan dan jasa-jasa baik.

Tangan dan Mata Keong Permata gunanya untuk mempraktekkan Dharma.
Pada waktu melaksanakan suatu Dharma, orang harus meniup kulit keong
itu. Ketika ditiup, suara Keong Permata terdengar hingga ke surga,
terdengar di neraka, dan terdengar oleh manusia; terdengar di mana-
mana, dan batasan-batasan pun dibuka. Semua tempat yang dapat
dicapai oleh suara itu menjadi wilayah kita. Setan-setan aneh dan
hantu-hantu tidak diperkenankan masuk.

„Hiasan yang berguna" artinya dengan Tangan dan Mata Keong Permata
kita mengembangkan keong itu. Tatkala Keong Permata ditiup, bumi
berubah menjadi emas, dihiasi dengan tujuh permata mulia. Sungguh
halus dan ajaib.

Kalian yang mempelajari Buddhadharma harus mengetahui bahwa dalam
tiga ratus tahun terakhir belum ada orang yang berhasil menemukan
Empat Puluh Dua Tangan dan Mata ini, dan tak seorang pun yang
memahaminya.

Sekarang karena kita telah memiliki suatu pengertian mengenai Mantra
Welas Asih Agung, kita harus dengan sepenuh hati dan bertekad kokoh
mengembangkan Empat Puluh Dua Tangan. Kemudian pada gilirannya,
Empat Puluh Dua Tangan dan Mata ini akan membawa berkah yang tiada
bandingannya.

JYE MENG berasal dari bahasa Sansekerta, namun bukan berasal dari
India. Kata ini berasal dari Surga Brahma Agung. Bahasa Sansekerta
di India juga berasal dari Surga Brahma Agung. JYE MENG
artinya „memperhatikan urusan", atau „kebajikan dan jasa-jasa baik",
yaitu memperhatikan urusan yang bermanfaat dan membawa jasa-jasa
baik bagi orang lain. Bermanfaat bagi orang lain sama juga dengan
bermanfaat bagi diri sendiri. Seorang Bodhisattva melakukan
perbuatan yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan bermanfaat bagi
orang lain; ia mencerahkan dirinya sendiri dan orang lain.

Kalimat ini menunjuk kepada latihan Enam Kesempurnaan dan Sepuluh
Ribu Perilaku. Ia adalah Tangan dan Mata Teratai Putih. Lihat: Kita
menggenggam sekuntum teratai putih di dalam tangan kita, seperti
ini; memegang teratai putih dan mengucapkan mantra, „JYE MENG, JYE
MENG...."

Jangan hanya mengucapkan mantra, Kata-kata Sejati juga harus
dinyatakan! Tatkala dua kemuliaan ini bersama-sama diucapkan, semua
kegiatan yang bermanfaat akan dapat dilaksanakan. Pada waktu Mantra
Welas Asih diucapkan dan Empat Puluh Dua Tangan juga berhasil
dikembangkan, maka Enam Kesempurnaan dan Sepuluh Ribu Perilaku pun
menjadi sempurna.

Faedahnya yang ajaib tidak terlukiskan; orang tidak akan pernah
selesai menyebutkannya satu per satu. Jika orang bisa selesai
menyebutkannya satu per satu, itu tidak ajaib lagi namanya, mereka
terbatas. Apa yang ajaib tidak memiliki awal dan akhir. Dengan JYE
MENG, semua perbuatan bajik dapat dituntaskan, dan di masa yang akan
datang, dalam setiap kehidupan, keharuman bunga teratai putih akan
dapat dinikmati dan selalu melindungi. Tidak ada cara yang bisa
habis untuk memuji Mantra Welas Asih Agung.
28. Du Lu Du Lu Fa She Ye Di

DU LU DU LU adalah kata-kata Sansekerta yang artinya „menyeberangi
samudra", samudra pahit kelahiran dan kematian. Ia juga
berarti „terang dan luhur". Setelah menyeberangi samudra kelahiran
dan kematian, orang mendapatkan cahaya kebijaksanaan dan meraih
unsur dasar yang bersih dan luhur, dan mendarat di pantai seberang,
yaitu Nirvana.

Di dalam cahaya terang, kita memiliki kebijaksanaan, kita memahami
semua pintu Dharma, dan kita pasti mengakhiri kelahiran dan
kematian. Dengan samadhi, orang menjadi luhur. Kekuatan samadhi akan
membuatnya mampu dilahirkan di dalam Tanah suci, Tanah bersih, di
dalam Kebahagiaan Tertinggi.

Tangan dan Mata apa ini? Ini adalah Tangan Sari Bulan, dan merupakan
Dharani yang diucapkan oleh Bodhisattva Bulan Terang. Dharani ini
menyebabkan semua orang memperoleh kejernihan dan kesejukan.

FA SHE YE DI adalah Mata dan Tangan Perisai. FA SHE YE DI merupakan
kata-kata Sansekerta yang artinya "luas dan indah". Kata-kata ini
juga berarti "luas dan agung", dan "menyeberangi kelahiran dan
kematian". Jika Mata dan Tangan Perisai dikembangkan, samudra
kelahiran dan kematian akan dapat diseberangi. Tanpa mengembangkan
Tangan dan Mata ini, kita tidak dapat menyeberangi samudra itu.
Dengan Tangan dan Mata Perisai, kita dapat menyeberangi samudra
pahit kelahiran dan kematian, melewati aliran penderitaan yang terus-
menerus, dan tiba di pantai seberang – Nirvana.


29. Mwo He Fa She Ye Di

Baris ini mengandung arti "Jalan Dharma yang paling jaya dan luas".
Dharma itu agung dan paling tinggi. Jalannya juga agung dan paling
tinggi, dan paling luas. Ini adalah Tangan dan Mata Permata
(Halberd), yang menaklukkan setan-setan surga dan menundukkan agama-
agama eksternal. Tangan dan Mata ini juga mempunyai banyak manfaat
yang lain; misalnya, melindungi negara dari musuh. Jika negara kita
akan diserang, dengan mengembangkan Dharma ini, kita dapat, tanpa
perujudan luar apapun, membuat musuh mundur teratur.


30. Two La Two La

Kata Sansekerta ini sukar dimengerti. Bahkan mereka yang telah
mempelajari bahasa Sansekerta tidak mampu memahami mantra dan
menjelaskan maksudnya. Namun, biar bagaimanapun juga, saya memahami
sedikit arti dari Mantra Welas Asih Agung. Ini adalah Tangan dan
Mata Botol Suci, tempat Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara Dunia
menyimpan embun manis.

Bodhisattva meletakkan ranting pohon sejenis bambu di dalam botol
itu, dan menggunakannya untuk memercikkan embun manis kepada makhluk
hidup. Masalah apapun yang dihadapi, atau penyakit apapun yang
sedang diderita, dengan setetes embun manis Bodhisattva ini,
semuanya akan punah.

TWO LA TWO LA bermakna „mampu bersatu, menguatkan, dan memegang"
semua hati makhluk hidup. Ini cuma untuk mengatakan bahwa
Bodhisattva menggunakan Tangan dan Mata Embun Manis, Tangan dan Mata
Botol Suci, dan Tangan dan Mata Ranting Bambu – semuanya tiga –
untuk memercikkan embun manis kepada makhluk hidup, menyelamatkan
mereka, dan membawa mereka menyeberang.


31. Di Li Ni

DI LI NI berasal dari bahasa Sansekerta juga, dan memiliki banyak
arti. Yang pertama adalah "sangat berani", yaitu, sangat bersemangat
tinggi. DI LI NI juga berarti „tetap padam, bersih, dan luhur".
Tetap padam adalah ciri samadhi dan sangat berani adalah tanda
pergerakan. Di samping itu DI LI NI juga mempunyai arti „melingkupi,
memegang, dan memutuskan", yaitu menekan semua Dharma yang tidak
baik, mempertahankan semua Dharma yang baik, dan memutuskan semua
rintangan karma dan setan.

Ini adalah Tangan dan Mata Kait Besi, yang dapat memanfaatkan hantu
dan makhluk-makhluk halus, mengumpulkan mereka, dan menjadikan
mereka sebagai pengawal. Dengan mempraktekkan Dharma ini, kita dapat
memerintahkan naga-naga surga untuk mendatangkan hujan, dan hujan
akan turun. Kita dapat memerintahkan mereka membuat angin bertiup,
dan angin akan bertiup. Angin dan hujan juga dapat dibuat berhenti.

„Aku tidak percaya," ada yang bilang begitu.

Benarkah? Itulah sebabnya mengapa saya menjelaskan hal ini. Agar
kalian tidak percaya! Mengapa saya ingin kalian tidak percaya? Cuma
demi ketidakpercayaan kalian, itu saja.

Jika mau, bolehlah kalian bertanya pada orang-orang yang baru
kembali dari Taiwan hari ini. Tanyalah curah hujan di Taiwan saat
ini. Pada waktu saya berhubungan dengan mereka lewat telepon, mereka
bilang di sana sedang hujan lebat, dan udara sangat dingin. "Apakah
kalian ingin cuaca menjadi hangat?" saya tanya. "Baik, jika kalian
ingin hujan berhenti, mudah saja."

"Bagaimana mungkin engkau menghentikan hujan?" mereka bertanya
dengan heran.

„Tunggu dan lihat saja apakah hujan berhenti atau tidak," saya
berkata seperti itu pada mereka. Dan segera setelah saya menutup
telepon, hujan berhenti. Mereka menganggap kejadian ini aneh
sekali.**

Sesungguhnya, itu bukan apa-apa kecuali kekuatan dari Tangan dan
Mata Kait Besi! Kalian cuma perlu menunjuk ke langit, dan
berkata, „Naga! Tidak boleh hujan," dan tidak akan ada hujan. Naga-
naga akan mendengarkan perintah kalian, namun hanya kalau kalian
telah menguasai Dharma ini, dan telah memahami Tangan Kait Besi.
Dengan ini, kalian mampu mengait naga-naga hujan, sehingga mereka
tidak akan berani membiarkan hujan turun.

Mungkin ada yang berpikir saya sedang bercanda. Tidak apa-apa. Jika
kalian percaya hal ini benar, juga tidak apa-apa. Namun saya
menjelaskan Sutra ini untuk kalian, dan saya menyatakan Kata-kata
Sejati, bukan lelucon.
** Sebagai orang yang pergi ke Taiwan di tahun 1969 untuk mengambil
sila, saya bisa menjadi saksi kejadian di atas. Waktu itu hujan di
Keelung, Taiwan, paling sedikit empat puluh delapan hari dari lima
puluh tiga hari keberadaan kami di sana untuk diordinasi. Vihara
sangat dingin, dan jika sesuatu basah, tidak ada cara untuk
mengeringkannya. Namun, pada hari yang disebutkan di atas, adalah
fakta bahwa begitu telepon ditutup, matahari keluar, langit menjadi
bersih, dan udara menjadi hangat – penerjemah bahasa Mandarin ke
Inggris.
32. Shr Fwo La Ye

SHR FWO LA YE berasal dari bahasa Sansekerta. Ucapkan satu kali, dan
suatu kilatan listrik akan menembus seluruh semesta alam.
Ucapkan, „SHR FWO LA YE", dan akan ada kilatan cahaya. Kata-kata ini
juga berarti "kebahagiaan", yakni, "isvara", seperti di
dalam "Avalokitesvara". Di sini artinya adalah bahwa kita
harus "memperhatikan", sebelum kita dapat mencapai "kebahagiaan".

Jika tidak memperhatikan atau tidak merenungkan, kita tidak akan
mencapai kebahagiaan. Perenungan ini dilakukan di sebelah dalam,
bukan di sebelah luar. Renungkan, dan tanyalah pada diri kalian
sendiri, „Apakah saya di sini atau tidak?" Apakah „guru" hadir di
dalam diri kalian? Apakah kalian terkendali? Apakah guru-hakikat-
diri hadir? Apakah hati sejati yang berdiam di sebelah dalam, unsur
terang dari hakikat luhur, ada atau tidak?

Jika ada, kalian telah berhasil mendapatkan penguasaan,
kebijaksanaan. Jika tidak ada, kalian tidak mendapatkan kebahagiaan
apapun.

Memancarkan cahaya juga berarti kebahagiaan. Jika mendapatkan
kebahagiaan, kita akan memancarkan cahaya. Jika tidak, kita tidak
akan memancarkan cahaya. SHR FWO LA YE juga dapat diterjemahkan
sebagai "cahaya api yang menyala". Namun ini bukanlah api dari sifat
pemarah, atau api penderitaan, yang bisa membuat orang
berkata, "Saya terlalu pemarah." Ia bukanlah amarah yang menyala,
melainkan kebijaksanaan. SHR FWO LA YE persis seperti air
kebijaksanaan yang memadamkan api ketidaktahuan; kebijaksanaan-
sejati-asal datang dari api ketidaktahuan – "cahaya api menyala".

Pada saat mengucapkan SHR FWO LA YE, orang memancarkan cahaya, tapi
pertama-tama ia harus mendapatkan kebahagiaan. Tanpa kebahagiaan,
kita tidak akan memancarkan cahaya. Ingatlah hal ini.

SHR FWO LA YE adalah Tangan dan Mata Sari Matahari, dan digunakan
untuk menyembuhkan penyakit mata. Jika mata kabur dan tidak dapat
melihat, gunakan Tangan dan Mata ini untuk menyembuhkannya.


33. Je La Je La

JE LA JE LA artinya „menjalankan", yaitu gerakan yang laksana
pasukan digerakkan sesuai dengan perintah. Pergerakan ini dilakukan
untuk mengambil tindakan, dan jika tidak mematuhi aturan, orang itu
disebut membangkang terhadap perintah.

Ini adalah Tangan dan Mata Lonceng Permata. Jika dibunyikan, bunyi
lonceng ini bergetar, dan terdengar di seluruh ruang kosong, juga di
surga; seluruh tiga alam bergetar. Jika sesuatu ingin dikerjakan,
bunyikan saja lonceng ini, dan semua dewa, manusia, hantu, maupun
makhluk halus, juga setan-setan aneh dan makhluk-makhluk jahat, akan
mematuhi perintah yang diberikan dan mengikuti aturan. Misalnya saja
untuk gempa bumi: kita cuma perlu membunyikan lonceng ini, dan
mengeluarkan perintah: tidak boleh ada gempa bumi di sini.

Tangan Lonceng Mutiara sangat bermanfaat. Misalnya saja, kalau ada
di antara kita yang ingin bernyanyi dengan suara merdu,
kembangkanlah Tangan dan Mata Lonceng Permata, maka suara yang
keluar dari mulut dia akan sejernih dan semerdu lonceng – seperti
lonceng yang dibunyikan di dalam ruangan. Inilah Tangan dan Mata
Lonceng Permata.
34. Mwo Mwo Fa Mwo La

MWO MWO artinya "saya, yang menerima dan memegang". Kata ini
merupakan semacam perintah, panggilan untuk bertindak. Ia mempunyai
arti, "Apapun yang saya lakukan harus pasti berhasil."

MWO MWO adalah Tangan dan Mata Kebutan Putih. Di Tiongkok, pendeta
Tao dan bhiksu Buddha umumnya membawa kebutan. Sesepuh-sesepuh
Buddhis biasanya membawa kebutan tatkala duduk di Kursi Tinggi
membabarkan Dharma. Tangan dan Mata Kebutan Putih digunakan untuk
membersihkan semua rintangan dari tubuh, semua gangguan karma dan
penyakit-penyakit yang menyakitkan. Beberapa kibasan kebutan itu
akan menyembuhkan segala macam rintangan karma dan penyakit-penyakit
yang diakibatkan oleh rintangan setan. Tangan dan Mata Kebutan Putih
banyak gunanya, namun orang yang tahu memakainya sangat sedikit;
setahu saya, saat ini hanya sedikit sekali orang yang mampu
menggunakannya.

Orang-orang Barat pertama yang menerima Sila Sepenuhnya akan kembali
dari Taiwan sebagai bhiksu dan bhiksuni asli. Mereka akan tiba di
lapangan udara sore ini pukul 4.30 dengan China Airlines, nomor
penerbangan 910. Kita sekarang punya sangat banyak mobil, sehingga
semua pelindung Dharma dari Aula Ceramah Buddhis boleh pergi
menjemput, juga semua umat Buddha di San Fransisco.

Biasanya saya tidak pergi ke pelabuhan udara, tapi terdapat beberapa
tokoh Buddhis yang datang bersama penerbangan itu, dan saya pergi ke
pelabuhan udara untuk menyambut mereka, bukan menyambut murid-murid
saya. Murid-muridku tidak perlu saya sambut, mereka juga tidak perlu
saya antar. Pada waktu akan berangkat, saya bilang pada
mereka, "Ketika masih ternoda, Guru kalian yang akan menyeberangkan
kalian; ketika sudah cerah, kalian harus menyeberangkan diri
sendiri."

Sekarang mereka telah menyeberangkan diri mereka sendiri; mereka
sudah pergi dan kembali, dan pasti mereka tahu jalan pulang. Mereka
tidak memerlukan saya sebagai petunjuk jalan lagi.

Hal yang paling menggelikan adalah ketika mereka menyurati saya dan
mengatakan bahwa sekotak Sutra Buddhis telah hilang. Saya
bilang, "Kehilangan sekotak Sutra Buddhis bukan sesuatu yang
penting. Yang penting adalah tidak satu pun di antara kalian yang
hilang. Tidak satu pun di antara mereka yang boleh gagal untuk
kembali. Jika seorang belum kembali, Bodhisattva akan mengulurkan
tangan. Jadi saya cukup yakin bahwa semua dari mereka akan kembali
bersama.

Ini harus diingat benar-benar: mereka yang kembali hari ini adalah
Patriak Pelopor Buddhis Amerika. Jangan terlalu meremehkan mereka.
Ini nyata dan benar. Mereka bukanlah orang-orang yang menyebut diri
mereka Buddhis untuk selanjutnya tinggal di rumah sebagai
Patriak „yang tinggal di rumah". Beberapa hari yang lalu,
sesungguhnya, seorang di antara Patriak bikinan itu datang ke sini
dan ingin menyanyikan sebuah lagu. „Saya benci mendengarmu
bernyanyi!" saya menggodanya, dan ia kaget lalu pergi.

FA MWO LA adalah pelindung Vajra Dharma Agung Yang Menaklukkan
Setan, ia memegang sebuah roda emas. Ia bisa merobah tubuhnya
menjadi sebesar Gunung Semeru.

FA MWO LA mempunyai arti, „paling jaya, jauh dari noda". Ia
merupakan yang paling tinggi dan juga terpisah dari semua debu yang
kotor. FA MWO LA juga dapat diartikan sebagai „tiada bandingannya,
seperti kehendakmu", karena tidak ada apapun yang dapat dibandingkan
dengannya, dan sesuai dengan pikiranmu, ia seperti kehendakmu.

Ini adalah Tangan dan Mata Istana Peralihan. Untuk apa ia digunakan?
Jika kita mengembangkan Dharma ini, dalam setiap kehidupan kita
dapat hidup di istana yang sama dengan Buddha dan tidak lahir dari
kandungan, telur, atau uap. Kembangkanlah Tangan dan Mata ini agar
selalu bersama Buddha dalam setiap kehidupan; inilah gunanya.


35. Mu Di Li

MU DI LI adalah Tangan dan Mata Ranting Bambu Buddha. Ini adalah
ranting yang dipegang oleh Bodhisattva Yang mendengarkan Suara Dunia
di satu tangan, sementara tangan yang satunya lagi membawa Botol Air
Suci. Ranting Pohon Bambu dicelupkan ke dalam Botol Air Suci, dan
kemudian dipercikkan kepada semua makhluk hidup. Air suci itu
bukanlah air biasa, melainkan embun manis. Makhluk hidup yang
terperciki olehnya akan mendapatkan berkah yang luar biasa. Embun
manis akan menghilangkan rasa lapar dan haus, dan membuat mereka
menjadi bersih dan sejuk.

MU DI LI artinya „pembebasan", pembebasan dari semua penderitaan dan
kesukaran, dari semua penyakit dan keadaan-keadaan yang tidak
menguntungkan. Bodhisattva menggunakan ranting bambu ini untuk
membebaskan semua makhluk hidup dari segala penyakit, kesukaran, dan
keadaan-keadaan yang tidak menguntungkan.

Di luar, tangan dan mata ini mungkin tampaknya tidak terlalu
penting, namun jika telah menyempurnakannya, kita tidak hanya mampu
membebaskan makhluk hidup dari penderitaan, kesulitan dan penyakit,
juga dari keadaan-keadaan yang tidak menguntungkan, tetapi juga
dapat menaklukkan setan-setan langit dan agama-agama eksternal.

Ketika makhluk-makhluk langit dan pemeluk agama eksternal diperciki
dengan embun manis, mereka akan dengan sendirinya mengubah pikiran
mereka ke arah yang baik, dan mempersembahkan perilaku mereka sesuai
dengan ajaran. Karenanya, Tangan dan Mata ini abadi, tidak habis-
habis, dan tak tertandingi manfaatnya.

Embun manis dari Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara Dunia tidak
hanya dapat membuyarkan semua kesukaran, menyembuhkan semua
penyakit, dan membebaskan diri kita dari semua keadaan yang tidak
menguntungkan, ia bahkan dapat membuat kita tetap hidup meskipun
waktunya telah tiba untuk kita mati. Tanaman mati diperciki dengan
embun manis akan hidup kembali. Pohon dan tanaman yang telah mati,
jika diperciki dengan embun manis, akan tumbuh lagi; cabang-cabang
dan daun-daun baru yang akan tumbuh lagi, mekar, dan berbuah.
Makhluk hidup yang mendapatkan embun manis bahkan akan mendapatkan
manfaat yang lebih ajaib lagi, lebih tidak habis-habis. Itulah
Tangan Ranting Bambu.


36. Yi Syi Yi Syi

YI SYI YI SYI adalah Tangan dan Mata Tongkat Tulang Tengkorak. YI
SYI YI SYI artinya "patuh pada ajaran", dengan kata lain, pada waktu
kita menyuruh orang berbuat sesuatu, ia melakukannya; jika kita
mengajarinya sesuatu, ia berbuat sesuai dengan ajaran itu. Ini juga
berarti "hati tiba", yaitu, apapun yang diidamkan di dalam hati,
akan terwujud.

Kalimat mantra ini membuat Raja Surga Mahesvara, raja iblis yang
menganggap dirinya yang paling besar, mengatupkan telapak tangannya
dan mempersembahkan perilakunya sesuai dengan ajaran. Tidak ada cara
baginya untuk menghindar dari berbuat seperti itu. Jadi tatkala YI
SYI YI SYI diucapkan, ia datang, dan apapun yang kita inginkan, kita
tinggal memberitahunya, dan ia akan melaksanakan perintah itu dengan
segera.

Tulang Tengkorak adalah tengkorak manusia. Bodhisattva menggunakan
kalimat dari mantra dan tulang tengkorak ini untuk berlatih dan
menyempurnakan keahliannya. Ketika telah disempurnakan, ia disebut
Tongkat Tulang Tengkorak. Kalau ada orang yang membawa Tongkat
Tulang Tengkorak, semua hantu dan makhluk halus harus mematuhi
perintahnya atau dihukum. Kekuatan kalimat dari mantra ini tak
terbayangkan.
37. Shr Nwo Shr Nwo

Kalimat ini mempunyai arti „kebijaksanaan agung". Ia juga
berarti „sumpah luas". Ini adalah Tangan dan Mata Cermin Permata.
Cermin Permata adalah lambang dari Kebijaksanaan Cermin Sempurna
Agung Sang Buddha.

Apa itu kebijaksanaan agung? Kebijaksanaan agung artinya keadaan
tanpa pikiran salah, pikiran yang dipunyai makhluk hidup. Dengan
kebijaksanaan agung, semua pikiran adalah perujudan dari
kebijaksanaan Prajna sejati, kebijaksanaan cahaya terang agung. Jika
mempunyai kebijaksanaan sejati, kita akan memiliki cahaya terang,
tapi jika tidak, kita bodoh dan berada di dalam kegelapan.

Cahaya terang adalah cahaya yang, sementara kegelapan adalah energi
yin. Mengapa orang bodoh? Karena energi yin-nya terlalu tinggi.
Mengapa orang bijaksana? Karena cahaya yang-nya lebih besar.

Mereka yang memiliki kebijaksanaan agung tidak berpikir seperti
orang biasa. Mereka dapat dengan jelas membedakan yang benar dari
yang salah. Mereka tidak perlu bertanya pada orang lain; mereka
telah mengetahui sendiri. Mereka tidak mengambil jalan yang salah;
mereka menempuh jalan yang benar dan berkembang. Di dalam
pengembangan, pertama-tama yang harus dimiliki adalah kebijaksanaan
agung. Dengan memiliki kebijaksanaan agung, mana yang benar dan mana
yang salah akan diketahui dengan jelas, sehingga jalan yang benar
dapat ditempuh dan jalan yang salah dijauhkan.

Namun kebanyakan orang tidak mengetahui dengan jelas suatu perbuatan
itu salah; mereka tetap ngotot melakukannya. Mereka tidak tahu
dengan jelas apakah perbuatan itu melanggar sila, namun tetap mereka
lakukan. Untuk sekedar mencobanya, kata mereka. Cuma untuk melihat
apakah perbuatan itu benar-benar merupakan pelanggaran. Sikap
seperti ini adalah suatu kedunguan, dan menunjukkan sama sekali
tiadanya kebijaksanaan.

„Bukan begitu," di antara kalian mungkin ada yang menyangkal, „saya
memiliki kebijaksanaan. Saya cuma berbuat salah pada saat itu."

Berbuat salah sekali saja pun telah menunjukkan bahwa seseorang itu
bodoh dan tidak memiliki kebijaksanaan. Orang yang memiliki
kebijaksanaan agung tidak memiliki pikiran yang ternoda. Sehingga
Yang Arya Ananda berkata, "Musnahkanlah pikiran kotorku yang sudah
berjuta ribu tahun lamanya; agar aku tidak perlu melalui tak
terhitungnya banyaknya tahun untuk mencapai tubuh Dharma."

Sejuta ribu tahun, bukan cuma satu, dua, tiga, empat, lima, atau
seratus ribu tahun, itulah pikiran kotor yang berumur tak terhitung
tahunnya, yang hendak beliau musnahkan.

Namun, mengapa hati kita begitu sesak dengan pikiran kotor? Pada
saat pikiran kotor yang salah telah berlalu, pikiran salah yang lain
menggantikan tempatnya, dan jika yang itu juga berlalu, yang lain
datang lagi menggantikannya. Sama seperti gelombang samudra. Orang
mungkin mengira bahwa samudra itu benda mati, namun sesungguhnya ia
tidak berada di sebelah luar hati kita. Ia berada di dalam hati
makhluk hidup.

Gelombang lautan tidak pernah berhenti naik dan turun, dan dengan
cara yang sama, pikiran salah kita tidak pernah berhenti. Ia
berlanjut terus, satu pikiran salah setelah pikiran salah yang lain,
berputar dan berputar, terus dan terus, dalam arus yang tidak pernah
berhenti. Dan tidak satu pun di antara mereka yang mau tertinggal di
belakang; mereka semua berpacu ke depan. Mengapa orang menjadi
bingung oleh pikiran salah seperti itu? Karena ia tidak memiliki
kebijaksanaan. Jika ia bijaksana, tidak akan ada gelombang di dalam
air.

Angin boleh bertiup, tapi sia-sia ia berhembus. Karena tiada riak di
dalam air.

Pada saat kekuatan samadhi tercapai di dalam latihan, ia laksana
samudra tanpa gelombang. Tatkala konsentrasi muncul, air
kebijaksanaan terwujud tanpa satu gelombang pun, tanpa satu pikiran
salah sekalipun. Itulah saat bagi kesucian dan kejernihan sejati.
Sesungguhnyalah, orang tidak dikotori oleh setitik debu pun, dan
bermilyar-milyar tanah itu sebenarnya kosong. Inilah perujudan dari
kebijaksanaan agung. Orang dengan kebijaksanaan agung selalu
berhasil dalam apapun yang ia kerjakan. Sementara orang tanpa
kebijaksanaan gung, selalu gagal dalam semua yang mereka lakukan.
Sehingga, kebijaksanaan adalah yang paling penting.

Apa itu kebodohan? Ketidaktahuan adalah kebodohan; kebodohan adalah
persis sama dengan ketidaktahuan. Ketika ketidaktahuan muncul, orang
menjadi tidak jelas. Cobalah bertanya pada orang yang baru berbuat
salah, "Mengapa engkau melakukannya?" dan mungkin ia akan
menjawab, "Saya tidak tahu…."

Itulah kebodohan, tiadanya kebijaksanaan dan pengertian. Namun,
meskipun telah bertindak salah sebagai akibat dari ketidaktahuan,
mereka tidak akan mengakui kebodohan mereka itu. "Saya tahu," ngotot
mereka, "saya tahu itu salah!"

Aneh sekali bukan? Sebenarnya, orang-orang bodoh cuma tidak memiliki
Kebijaksanaan Cermin Sempurna, dan mereka belum mengembangkan Tangan
dan Mata Cermin Permata. Jika mereka telah memilikinya, mereka tidak
akan bodoh, apapun yang terjadi.

Jika setan datang, sembelih setan;
jika Buddha datang, sembelih Buddha.

Ini seperti memegang pisau yang sedemikian tajam, sehingga ia
memotong segala sesuatu yang bersentuhan dengannya. Kebijaksanaan
agung seperti pisau; ia juga seperti pedang.

"Pedang kebijaksaan sangat berat," barangkali ada yang bilang
begitu. „Tidaklah mudah mengangkatnya."

Itu cuma karena ia belum mengangkatnya. Jika sudah mengangkatnya, ia
pasti akan tahu bahwa tidak perlu tenaga untuk mengangkatnya.
Sebelum diangkat, pedang itu pasti berat. Jika telah diangkat,
pedang itu menjadi ringan. Jika kita tidak mengangkatnya, apa yang
ringan menjadi berat. Jika telah benar-benar diangkat, apa yang
berat menjadi ringan. Mengapa? Karena kita mengangkatnya.
Jika ada yang bilang, „Saya tahu bahwa pedang kebijaksanaan sangat
penting, tapi pedang itu terlalu berat. Saya tidak mampu
mengangkatnya," dan karenanya ia tidak mengangkatnya, lalu pedang
itu menjadi benar-benar berat.

Namun, jika ia mengulurkan tangan, menggenggamnya, dan
mengangkatnya, maka semua keadaan akan dimengerti. Semua akan
dimengerti seketika semua itu bersentuhan dengan pedang, tanpa
kesulitan apapun. Sehingga saya sering mengatakan pada kalian
bahwa, „Segala sesuatu itu OK!" Itulah prinsipnya. Jika segala
sesuatu tidak OK, itu karena kalian tidak memiliki pedang
kebijaksanaan, tidak akan ada masalah apapun. Masalah apa yang bisa
muncul di sana? Tidak ada sama sekali. Yang ajaib itu benar di titik
ini.

Gunung-gunung, sungai-sungai, tanah, bangunan, Dunia Jasa Yang
Bergantungan juga Dunia Jasa Benar – semua tidak berada di luar
pikiran kita. Semuanya ada di dalam hati masing-masing.

Apa itu Dunia Jasa Yang Bergantungan? Gunung-gunung, sungai-sungai,
bumi, dan semua bangunan disebut Dunia Jasa Yang Bergantungan. Dunia
Jasa Benar adalah tubuh kita, yang mengalami balas jasa yang tepat.
Jika kita bisa memahami balas jasa atau hukum karma ini dengan tepat
pada saat mengalaminya, tidak akan ada lagi yang tidak diketahui.
Tiadanya ketidaktahuan adalah kebijaksanaan. Dan ini dapat
diumpamakan dengan cermin.

Satu obyek lewat, ia memantulkannya.
Obyek pergi, cermin jernih.

Cermin tidak melekat. Orang yang memiliki kebijaksanaan akan
memperhatikan segala sesuatu, kemudian membiarkannya berlalu;
hatinya tidak melekat pada obyek-obyek itu. Meskipun ia tidak
menyimpannya, obyek-obyek itu selalu terujud. Dan meskipun obyek-
obyek itu terus-menerus terujud, ia tidak menyimpannya. Kita orang
awam yang tidak memiliki kebijaksanaan harus mengadakan usaha khusus
untuk mengingat sesuatu, atau barangkali harus menghafalnya berkali-
kali: "Yi syi, yi syi, shr nwo, shr nwo…."

Kita mengucapkannya sekali kemudian lupa, mengucapkannya dua kali,
tiga kali, beberapa ratus kali, dan tetap saja tidak mampu
mengingatnya. Ini adalah pemaksaan. Bukan merupakan pemaksaan jika
engkau mampu melihatnya sekali dan tidak melupakannya, tatkala ia
lewat di depan matamu dan tidak terlupakan, karena kebijaksanaanmu
seperti cermin.

Sadarilah, bahwa segala sesuatu itu terkandung di dalam hati. Dengan
menyadari hal ini, orang tidak akan menjadi serakah, benci, bodoh,
angkuh, atau penuh keraguan. Mengapa? Karena segala sesuatu itu
muncul dari hati; ini adalah segala sesuatu yang pada mulanya
dimiliki hati kita. Baik atau buruk, tidak merupakan masalah. Tidak
ada apapun yang menimbulkan masalah.

Meskipun gampang sekali membicarakan keadaan seperti itu, untuk
meraihnya memerlukan sedikit keahlian. Perlu keahlian untuk meraih
tingkatan itu. Mereka yang tidak memiliki keahlian, yang
berkata, „Tidak ada apapun yang merupakan masalah bagiku," mungkin
di luar tampak tidak memiliki masalah, tapi masalah muncul di
sebelah dalam, dan mereka bertempur dengan diri mereka sendiri.
Mereka yang memiliki kebijaksanaan sejati sungguh langka.

Harus juga diketahui bahwa ada orang dengan kebijaksanaan duniawi
dan ada yang memiliki kebijaksanaan transeden. Mereka yang memiliki
kecerdasan duniawi yang hebat, bisa menghasilkan suatu cara pada
saat kebutuhan mereka muncul. Di mana tidak ada prinsip atau cara,
mereka bisa menciptakannya; satu prinsip yang terdengar sangat masuk
akal. Kalau orang mendengarnya, mereka pikir, „Ia tidak jelek. Apa
yang dikatakannya masuk akal sekali."

Sebenarnya, kalau orang mempunyai kebijaksanaan sejati, ia tidak
akan ditarik oleh orang yang memiliki kecerdasan duniawi hanyut di
dalam kebodohan. Doktrin bodoh yang dikemukakannya tidak akan
membuat orang bijaksana ikut-ikutan bodoh. Dikatakan bahwa, „Di
dalam yang ada yin." Di dalam kebijaksanaan ada kebodohan –
kebijaksanaan yang bodoh.

Sebaliknya, „Di dalam yin ada yang." Di dalam kebodohan terdapat
kebijaksanaan. Misalnya saja, barangkali kalian pernah melihat orang
yang tidak banyak bicara dan kelihatannya sangat biasa, namun segala
sesuatu dilakukannya dengan benar. Ia mungkin terlihat bodoh dan
lamban, tapi ia selalu berbuat selaras dengan kaidah. Banyak
terdapat orang seperti itu.

Dalam mengamati orang lain, kita akan melihat apakah kita, diri kita
sendiri, memiliki kebijaksanaan atau tidak. Jika memiliki
kebijaksanaan sejati, kita tidak akan dikendalikan oleh orang lain
menuju kebodohan; jika tidak memiliki kebijaksanaan, kita akan
dibawa ke jurang kebodohan. Demikian juga dengan kebijaksanaan dan
hal-hal yang lain.

Kebijaksanaan dan kebodohan memiliki hubungan langsung. Tiadanya
kebodohan adalah kebijaksanaan, dan tiadanya kebijaksanaan adalah
kebodohan. Kebodohan sendiri adalah kebijaksanaan dan kebijaksanaan
adalah kebodohan. Mengapa bisa begitu? Kebijaksanaan dan kebodohan
adalah satu. Jika kita mampu memanfaatkannya, itu adalah
kebijaksanaan; jika tidak, itu adalah kebodohan.

Contohnya, jika kita memungut pedang kebijaksanaan, itulah
kebijaksanaan; jika melepaskannya jatuh, itu adalah kebodohan.
Mereka bukanlah dua hal; hanya ada satu. Jadi jangan bilang bahwa
kalian akan mencari kebijaksanaan dan membuang kebodohan. Bukan
demikian cara kerjanya. Ini cuma masalah „membalik".

Katakanlah telapak tangan adalah kebijaksanaan dan punggung tangan
adalah kebodohan. Jika orang mencoba menggenggam sesuatu dengan
punggung tangannya, ia tak akan berhasil. Namun, dengan menggunakan
telapak tangannya, ia akan berhasil. Tidak mampu memungut adalah
kebodohan, dan mampu memungut adalah kebijaksanaan. Ini adalah
sesuatu dengan dua sisi, dan terserah kepada diri masing-masing,
sisi mana yang ingin digunakan.

Ada yang bilang, „Saya sekarang telah memahami Buddhadharma!
Kebijaksanaan dan kebodohan adalah tanganku!"

Salah lagi! Tangan adalah perumpamaan. Jangan berpikir bahwa
kebijaksanaan dan kebodohan adalah tangan. Ini mirip dengan
perumpamaan jari dengan bulan. Jika ada orang yang menunjuk kepada
bulan, jangan menganggap jari sebagai bulan.

SHR NWO SHR NWO mempunyai arti „kebijaksanaan agung" dan "sumpah
luas". Sumpah dibuat untuk menyelesaikan sesuatu. Misalnya, sebelum
Buddha Amitabha menyadari Kebuddhaan, tatkala ia masih berlatih
sebagai seorang bhiksu, ia membuat Empat Puluh Delapan Sumpah Agung.
Bodhisattva Samantabhadra juga membuat Sepuluh Sumpah Raja.
Bodhisattva Yang Memperhatikan Suara Dunia juga membuat banyak
sumpah, demikian juga halnya dengan para Sesepuh.

Saya bercerita tentang sumpah, tapi apakah semua akan bersumpah atau
tidak itu terserah pada diri masing-masing. Saya memunculkan
persoalan ini karena saya tahu banyak yang tidak paham. Namun bukan
merupakan wewenang saya untuk memaksa orang bersumpah. Sekarang
karena kita sedang belajar Buddhadharma, tiap orang harus membuat
sumpahnya sendiri-sendiri, lebih agung lebih baik. Semakin besar
kekuatan sumpah yang dinyatakan, semakin besar pencapaian yang
diperoleh nantinya.

Kita sekarang sedang belajar Buddhadharma di dalam dunia ini, dan
belum menyadari Kebuddhaan; kita semestinya membuat sumpah kita juga
sesuai dengan keadaan kita. Setiap orang harus menulisnya dengan
rinci. Jangan cengeng atau ikut-ikutan, atau sekedar
bersumpah, "Saya bersumpah untuk menyelamatkan makhluk hidup!"

Sungguh? Bagaimana caranya kalian akan menyelamatkan makhluk hidup?
Semua yang kalian pikirkan setiap hari adalah mengenakan pakaian
bagus, makan enak, dan tinggal di tempat yang nyaman; menyelamatkan
makhluk hidup di dalam mulut, di dalam perut, dan di atas tubuh,
barangkali. Itu tidak dibolehkan. Kita harus membuat sumpah yang
jelas, rinci, apa akibatnya di masa sekarang dan masa yang akan
datang.

Untuk masa lalu, lupakan saja, apakah kita telah berusaha atau
berlatih. Apa yang akan kita lakukan di masa yang akan datang?
Setiap dan masing-masing dari kia harus membuat sumpah. Semakin
agung sumpah yang dinyatakan sekarang, dalam keadaan ini, semakin
besar manfaatnya di masa yang akan datang. Jika kekuatan sumpah
dipusatkan di dalam pori-pori rambut, sumpah itu juga dapat
dinyatakan di dalam pori-pori rambut!

Sumpah adalah janji yang khidmat, dan semua yang mempelajari ajaran
Sang Buddha harus membuatnya. Sumpah itu penting, karena tanpanya
kita akan kehilangan arah. Sama seperti berjalan tanpa tahu akan ke
mana, atau apakah jalan yang ditempuh telah benar. Jika kita
bersumpah, kita memiliki pemandu jalan yang akan menunjukkan arah
perjalanan.

Mengapa semua Buddha dan Bodhisattva membuat sumpah saat sedang
mengembangkan Jalan? Itu karena, sekali orang membuat sumpah, ia
bisa menyesuaikan dirinya dengan sumpah itu. Misalnya saja,
Bodhisattva Penyanggah Bumi membuat beberapa sumpah. Ia bilang:

Jika neraka belum kosong,
aku bersumpah tidak akan menjadi Buddha;
Jika semua makhluk telah diselamatkan,
hanya pada saat itu akan kupastikan pencapaian Bodhi.

Kekuatan sumpahnya sungguh luar biasa! Kita juga harus membuat
sumpah. Setiap dari kita harus membuat sumpah sesuai dengan apa yang
akan kita lakukan.
38. E La Shen Fwo La She Li

E LA SHEN mempunyai arti „Raja Pemutar Roda Dharma". Ini adalah Raja
Dharma yang memutar Roda Dharma, terus-menerus membabarkan Dharma
Wadah Agung yang ajaib. Doktrin yang dijelaskan tatkala kita sedang
membabarkan Dharma ini adalah sangat dalam, halus, dan ajaib. Yang
lain tidak dapat menyatakan Dharma yang sehalus dan sedalam itu,
namun kita dapat menjelaskannya dengan rinci. Itulah yang dimaksud
oleh kalimat dari mantra ini. Ini adalah Tangan dan Mata Buddha
Peralihan. Dharma ini harus dikembangkan, karena dengan
mengembangkannya, dalam setiap kehidupan kita akan dilahirkan di
dekat para Buddha dan dapat mengikuti mereka.

Terdapat juga orang lain yang menjelaskan Mantra Welas Asih Agung
ini. Misalnya saja, terdapat seorang Guru Dharma yang telah
mengambil setiap Tangan dan Mata dan menjelaskannya sebagai suatu
Bodhisattva. Misalnya, ia mengatakan bahwa Tangan dan Mata Buddha
Peralihan di atas Tahta adalah Tangan dan Mata Bodhisattva Buddha
Peralihan di atas Tahta. Perbedaan dua istilah ini cuma setipis
sehelai rambut tapi hasilnya bisa terpisah ribuan mil. Mengapa?
Karena tidak ada Bodhisattva seperti itu. Bacalah seluruh Tripitaka
kalau mau, dari awal hingga akhir, dan tidak akan ditemukan
Bodhisattva bernama "Buddha Peralihan di atas Tahta".

Orang boleh mengatakannya sebagai Tangan dan Mata Buddha Peralihan
di atas Tahta yang dikembangkan oleh Bodhisattva, tetapi jangan
menyebutnya sebagai Bodhisattva Tangan dan Mata Buddha Peralihan di
atas Tahta. Menyebutnya seperti itu, akan merupakan suatu kesalahan
besar. Kita tidak bisa bilang, "Ini adalah Tangan dan Mata
Bodhisattva Mangkok Permata", kita hanya dapat mengatakan, "Ini
adalah Tangan dan Mata Mangkok Permata yang dikembangkan oleh
Bodhisattva".

Mangkok permata, dengan kata lain, bukanlah nama Bodhisattva. Di
dalam komentar mengenai Mantra Welas Asih Agung yang akhir-akhir ini
datang dari Hong Kong, Empat Puluh Dua Tangan ditulis sebagai nama
dari Empat Puluh Dua Bodhisattva. Itu salah. Empat Puluh Dua Tangan
semuanya dikembangkan oleh Bodhisattva. Siswa-siswa Buddhadharma
harus mengingat hal ini, dan tidak membuat pernyataan yang tidak
didasarkan pada kenyataan sebenarnya. Dalam menjelaskan
Buddhadharma, kita harus memiliki landasan yang kokoh berkenaan
dengan apa yang dikatakan, atau kalau tidak, apa yang kita katakan
hanya akan salah.

E LA SHEN adalah Tangan dan Mata Buddha Peralihan yang dikembangkan
Bodhisattva.

„Bodhisattva yang mana?" mungkin ada yang bertanya seperti itu.

Ia bukan Bodhisattva tertentu. Siapapun yang mengembangkan Empat
Puluh Dua Tangan dan Mata adalah Bodhisattva itu. Siapapun yang
tidak mengembangkannya bukan Bodhisattva itu. Jika ada di antara
kalian yang mengembangkan Empat Puluh Dua Tangan dan Mata dan
berhasil, maka ia dapat memastikan pencapaian tingkatan Bodhisattva.

FWO LA SHE LI bermakna, "benih cerah jasmani". Ini adalah Tangan dan
Mata Tasbih Pengucapan yang dikembangkan oleh Bodhisattva. Pada saat
Bodhisattva mengembangkan Tangan dan Mata ini, para Buddha di
sepuluh arah akan segera datang untuk meramalkan keadaannya dan
membawa dia ke sepuluh arah untuk menyadari Kebuddhaan.


39. Fa Sha Fa Shen

FA SHA FA SHEN artinya "kata-kata yang menggembirakan, senyum yang
menggembirakan". Ini tiada lain tiada bukan, gembira dalam berkata-
kata, sangat gembira bahkan. Ia juga mempunyai arti „pahlawan agung"
dan „ksatria tanpa tandingan". Inilah tiga arti yang dikandungnya.

FA SHA FA SHEN adalah Tangan dan Mata Busur Permata. Dengan
mengembangkannya, untuk orang yang berumahtangga, ia akan
mendapatkan jabatan tinggi; untuk orang yang telah meninggalkan
rumah, ia boleh memastikan buah Kearhatan.


40. Fwo La She Ye

Sebelumnya, di dalam FWO LA SHE LI, SHE LI mempunyai arti "benih
jasmani". Di dalam FWO LA SHE YE, SHE YE artinya "gajah". Pada saat
hati kita telah cerah, kita adalah Pangeran Gajah, atau dengan kata
lain Pangeran Dharma. Kita bisa menjadi Raja Dharma tertinggi dari
pintu Dharma. Secara umum, kalimat ini berarti "pangeran gajah yang
paling mulia dengan hati yang sudah cerah".

Kalimat FWO LA SHE YE menyatakan tubuh sejati Buddha Amitabha.
Buddha Amitabha adalah guru dari Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara
Dunia. Karena Bodhisattva juga menghormati gurunya, ia memberi
hormat padanya saat mengucapkan Mantra Welas Asih Agung. Dalam
kalimat ini, Buddha Amitabha memancarkan cahaya untuk menerangi
siapapun yang menjunjung mantra ini.

FWO LA SHE YE adalah Tangan dan Mata Teratai Ungu. Di dalam Empat
Puluh Dua Tangan dan Mata terdapat Tangan dan Mata Teratai Putih,
Tangan dan Mata Teratai Biru, Tangan dan Mata Teratai Ungu, dan
Tangan dan Mata Teratai Merah. Jika orang mengembangkan Tangan dan
Mata ini, ia bisa bertemu dengan para Buddha dari sepuluh penjuru.
Untuk alasan ini, Tangan dan Mata Teratai Ungu penting sekali.


41. Hu Lu Hu Lu Mwo La

HU LU HU LU MWO LA berarti „melaksanakan Dharma seperti kehendakmu".
Artinya juga „pelaksanaan Dharma tidak terpisah dari saya". Ini
adalah Tangan dan Mata Jade. Pengembangan Empat Puluh Dua Tangan dan
Mata disebut „pelaksanaan Dharma". „Seperti kehendakmu" mempunyai
arti selaras dengan jalan yang kita inginkan dalam hati kita.
Menyempurnakan pengembangan Tangan dan Mata, berarti „selaras dengan
hati kita, sesuai dengan kehendak kita".

„Pelaksanaan Dharma tidak terpisah dari saya" artinya dalam berlatih
adalah diri sendiri yang harus berlatih. Orang harus melakukannya
sendiri. Jika saya mengembangkan Dharma, Dharma tidak terpisah dari
saya dan saya tidak terpisah dari Dharma. Dharma dan saya adalah
satu. Lalu, di sana tidak ada Dharma maupun saya, dan dia
kemelekatan pada diri dan Dharma adalah kosong. Tidak terdapat
kemelekatan pada diri dan tidak ada kemelekatan pada Dharma. Itulah
yang dimaksud dengan „tidak terpisah dari saya".

Tangan dan Mata Jade, jika dikembangkan, dapat membuat semua makhluk
hidup mematuhi perintah kita. Mereka akan berlatih sesuai dengan
Dharma apapun yang kita nyatakan pada mereka untuk dikembangkan,
dengan patuh sekali.
42. Hu Lu Hu Lu Syi Li

HU LU HU LU SYI LI berarti „melaksanakan Dharma tanpa
pemikiran", dan juga „melaksanakan Dharma dengan
bahagia". „Seperti kehendakmu" dalam HU LU HU LU MWO
LA masih mempertahankan „kehendak" atau „pikiran".
Dengan HU LU HU LU SYI LI, tidak secuil pemikiran pun
yang muncul saat melaksanakan Dharma. Jika masih ada
secuil pemikiran, maka itu adalah pikiran yang salah.
Tanpa pemikiran, pikiran yang salah juga tidak ada.
Dan karena tidak terdapat pikiran yang salah, kita
dapat „melaksanakan Dharma dengan bahagia", dan
menjadi ia yang „memperhatikan dengan penuh
kebahagiaan", yaitu, Bodhisattva Yang Mendengarkan
Suara Dunia dengan penuh Kebahagiaan.

Kalimat dari mantra ini adalah Tangan Mangkok Permata,
yang ketiga dari Empat Puluh Dua Tangan. Tangan dan
Mata ini dapat menyembuhkan makhluk hidup dari
penderitaan yang disebabkan oleh penyakit.

Kita pernah mendengar orang yang telah pergi
meninggalkan rumah, memantrai secangkir Air Welas Asih
Agung dan memberikannya pada orang yang sakit untuk
diminum. Setelah diminum, kadang-kadang penyakit orang
itu sembuh, kadang-kadang tidak. Ini tergantung kepada
sebab dan kondisi. Apabila kondisinya tepat, dengan
meminum Air Welas Asih Agung, orang itu kemungkinan
besar akan sembuh, dan kemudian menjadi percaya pada
Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara Dunia. Apabila
tidak sembuh, ia mungkin tidak mempercayainya.

Yang sebenarnya adalah – saya hendak mewariskan suatu
Dharma pada semua – dalam memberikan kekuatan pada Air
Welas Asih Agung, kita tidak perlu membaca habis
seluruh Mantra Welas Asih Agung. Cukup dengan
mengucapkan HU LU HU LU SYI LI. Ucapkanlah lima kali,
kemudian hembuskan nafas tiga kali ke permukaan air.
Berikan kepada orang yang sakit untuk diminum, dan
penyakitnya akan segera sembuh.

Ada kalanya, orang sakit itu tidak sembuh, ada kalanya
juga ia langsung sembuh. Semuanya tergantung kepada
pertalian hubungan antara orang yang membaca mantra
dengan orang yang sakit. Apabila terdapat suatu
pertalian antara orang yang memantrai air suci dengan
orang yang sakit, jika ia meminum Air Welas Asih Agung
itu, ia akan sembuh. Jika tidak terdapat suatu
pertalian hubungan seperti itu, ia boleh meminumnya,
tapi ia tidak akan mempunyai keyakinan di dalamnya,
dan karenanya tidak akan sembuh.

Secara umum, terdapat berbagai kondisi yang membangun
landasan hubungan Dharma. Jika orang tulus dan
berlatih, ia boleh meminumnya lantas sembuh. Jika ia
berlatih tetapi tidak tulus dengan Mantra Welas Asih
Agung, walaupun meminumnya ia tidak akan sembuh. Jika
orang itu tulus terhadap mantra dan tidak berlatih, ia
boleh meminumnya dan tetap sembuh.

Mereka yang memiliki rintangan karma berat boleh
meminum air itu, tapi air itu tidak akan punya cukup
potensi untuk menyembuhkan penyakit mereka. Mereka
yang punya rintangan karma ringan boleh meminum Air
Welas Asih Agung dan mendapatkan kekuatan luar biasa.
Kekuatan apa? Kekuatan yang diperoleh dari pengucapan
Mantra Welas Asih Agung yang tanpa henti, yang
menciptakan suatu kekuatan dari Jalan – mau
mendengarkan dan kemanjuran; ini akan menyembuhkan
penyakit.

Sehingga apapun keadaannya, terdapat berbagai jenis
sebab dan kondisi yang menentukan keberhasilan mantra
ini. Jangan pikir, „Saya mengembangkan Tangan Mangkok
Permata dan saya memantrai Air Welas Asih Agung, lalu
mengapa tidak manjur?"

Bukan karena Air Welas Asih Agung tidak manjur, itu
semua cuma karena diri sendiri kurang memiliki
keahlian yang diperlukan untuk mendapatkan
kemanjurannya.

Ada pemeluk agama eksternal yang menggunakan Mantra
Welas Asih Agung untuk menyembuhkan penyakit dengan
sangat berhasil. Mengapa bisa begitu manjur? Ini
karena setan-setan langit membantu pemeluk agama
eksternal itu agar orang boleh menaruh kepercayaan
pada mereka, dan dapat dengan mudah ditarik ke dalam
tingkatan setan-setan langit. Meskipun Dharma yang
dikembangkan sama, keadaan di sekeliling sangat
berbeda.

Menyembuhkan penyakit dengan Air Welas Asih Agung
adalah salah satu cara untuk mempraktekkan Jalan
Bodhisattva. Namun jika untuk melaksanakan Jalan
Bodhisattva, pertama-tama perilaku dan tindakan
Bodhisattva itulah yang harus dikembangkan. Kita harus
memiliki hati yang tidak mempunyai suatu „diri" atau
„orang lain", dan tidak meninggalkan suatu tanda diri,
tanda orang lain, tanda makhluk hidup, dan tanda
lingkaran kehidupan.

Jangan sampai mempunyai pikiran, „Saya dapat
menyembuhkan penyakit orang lain, dan dengan
mengucapkan Mantra Welas Asih Agung saya mendapatkan
sambutan yang luar biasa."

Jika pikiran seperti itu muncul, artinya terdapat
kemelekatan. Dan dengan memiliki kemelekatan,
rintangan setan akan menghadang di tengah jalan.
Bahkan meskipun tanpa pikiran seperti itu, sangat
mudah sekali berhadapan dengan rintangan setan tatkala
kita sedang melaksanakan Dharma ini, karena pada
umumnya penyakit diakibatkan oleh karma atau oleh
setan.

Jika sakit itu diakibatkan oleh karma, tidak ada
masalah jika kita menyembuhkannya. Namun jika sakit
itu disebabkan oleh suatu setan dan seseorang
menyembuhkannya, setan itu bisa datang mencari,
memeranginya. Jika kekuatan Jalan yang dimilikinya
tidak cukup kuat – ia tidak memiliki apa-apa untuk
diucapkan – ia kemungkinan besar akan ditarik ke alam
setan. Jika orang itu memiliki kekuatan Jalan dan
menciptakan pertalian dengan setan, maka setan itu
akan terus berusaha mencari kesempatan untuk datang
menaklukkannya dalam pertempuran.

Saya dulu suka menyembuhkan penyakit. Jika ada orang
yang sakit saya pasti akan berusaha menyembuhkannya.
Tetapi kemudian, saya berhadapan dengan rintangan
setan yang cukup besar. Di Manchuria, setan laut yang
aneh mencoba menghanyutkanku. Mereka tidak berhasil,
tetapi lima puluh hingga enam puluh orang mati di
dalam luapan air yang mereka ciptakan, dan hampir
delapan ratus rumah hancur.

Kemudian, ketika saya sedang dalam perjalanan dari
Tien-sin ke Shanghai, monster laut itu mencoba
membalikkan perahu, dan nyaris saja saya menjadi
makanan ikan. Sejak kejadian itu, saya memilih
mengambil jalan darat, juga saya menjadi jarang sekali
menyembuhkan penyakit orang.

Menyembuhkan penyakit adalah suatu cara yang baik
untuk menyambung persahabatan. Tapi juga mudah sekali
mengakibatkan kebencian di antara setan-setan. Ia
punya sisi baik dan buruk. Jika kita dapat menjadi
tanpa suatu diri, orang lain, makhluk hidup, atau
suatu lingkaran kehidupan – kosong dari tanda-tanda
ini – maka kita dapat melakukannya. Namun jika kita
tidak mampu mengosongkan diri dari empat tanda itu,
mudah sekali kita tertangkap oleh rintangan setan.
Membangun hubungan dengan cara menyembuhkan penyakit
adalah persoalan yang tidak sederhana.
43. Swo La Swo La

Kalian dengar tidak suaranya? SWO LA SWO LA! Sangat
nyaring! Ia berarti "kekuatan yang kokoh". SWO LA SWO
LA adalah kekuatan yang sedemikian kuat sehingga tidak
ada yang dapat merusaknya. Kekuatan yang kokoh ini
dapat menghancurkan dan menaklukkan semua setan-setan
langit dan kaum eksternalis. Ini adalah Tangan dan
Mata Alu Vajra yang digunakan untuk menaklukkan dan
mengalahkan semua setan yang penuh kebencian.


44. Syi Li Syi Li

SYI LI SYI LI mempunyai tiga makna. Yang pertama
artinya "bertekad", seperti tekad di medan perang;
jika orang bertekad ia akan menang dan tidak pernah
kalah. Arti kedua adalah „luhur", sangat baik dan luar
biasa karena, sekali lagi, hanya ada kemenangan, tak
pernah ada kekalahan. Yang ketiga, artinya „mulia".
Karena bertekad, orang jaya, dan karenanya semua
menjadi mulia.

Saya telah memberitahu muridku, bahwa ke mana pun
mereka pergi mereka hanya dibolehkan untuk menang,
tidak boleh sekali-kali kalah. Jika mereka kalah,
mereka tidak boleh kembali dan berjumpa denganku lagi.
Apa gunanya menjadi pecundang seperti itu? Memang
tidak ada apa-apanya, melainkan, seperti yang
dikatakan orang di Kanton, cuma "kulit air". Di
Tiongkok Utara kami menyebutkan "kantong rumput",
kantong yang digunakan untuk menyimpan padi yang
lembut dan lemah dan tak ada gunanya. Jadi ingatlah
ini: siapapun yang in menjadi muridku harus selalu
menjadi pemenang dan memiliki kekuatan sekokoh Alu
Vajra! Tidak diperbolehkan ada yang menjadi kulit air
atau kantong rumput!

SYI LI SYI LI adalah Tangan Telapak Terpaut yang
membuat orang menjadi baik dan penuh hormat kepada
yang lain. Tapi kalian harus sungguh-sungguh menjadi
pemenang, mulia, dan memiliki hati yang teguh. Tidak
ada gunanya cuma membicarakannya; kalian harus
melaksanakannya.


45. Su Lu Su Lu

SU LU SU LU adalah „embun manis". Ini merupakan Tangan
dan Mata Embun Manis. Embun manis mempunyai banyak
sekali manfaat seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya. Ia dapat membuat semua hantu kelaparan
menjadi kenyang dan membuat orang mencapai kualitas
„seperti yang engkau kehendaki". Ia melenyapkan rasa
lapar dan haus, mendatangkan kemuliaan, dan banyak
sekali keuntungan yang lain.

Embun manis juga disebut obat kematian. Apabila
meminumnya, orang yang sudah sekarat akan hidup
kembali. Namun tidaklah mudah mendapatkan embun manis.
Jika mendapatkan sedikit saja, dan meminumnya, maka
meskipun tadinya orang sudah harus segera mati, ia
tetap hidup.


46. Pu Ti Ye Pu Ti Ye

Dua kalimat dari mantra ini mengandung arti "Jalan
cerah". Ia juga berarti „hati yang cerah". Jika hendak
mendapatkan Jalan cerah, pertama-tama kita harus
memiliki hati yang cerah. Tanpa hati yang cerah, orang
tidak akan dapat mengembangkan Jalan cerah. Pengikut
Jalan harus pertama-tama memiliki hati yang sadar
sejati dan kemudian ia akan dapat mengembangkan dan
menyadari Jalan cerah.

Dua kalimat mantra ini adalah Tangan dan Mata Roda
Emas Yang Tidak Mundur; ini adalah hati Bodhi yang
tidak pernah mundur. Dari sejak sekarang, hingga ke
masa kita mencapai Kebuddhaan, hati Bodhi yang telah
kita tanam akan tumbuh semakin hebat setiap hari dan
tidak pernah mundur atau berbalik arah. Karena hati
Bodhi tidak mundur, kita akan segera menyadari buah
Kebuddhaan. Jika hati Bodhi mundur, menyeleweng, maka
kita akan mencapainya dengan lebih lambat.

Pengikut Jalan harus lebih bersemangat setiap hari;
setiap hari hati Bodhi kita harus menjadi lebih kuat.
Jangan mundur atau salah menempatkannya. Sebagai
contoh, ketika mendengarkan Sutra, orang harus
menganggap sutra-sutra itu sulit sekali dijumpai.
Perkumpulan Dharma adalah sangat langka. Meskipun yang
satu ini tampak biasa saja, jika kita mau berhenti dan
merenungkannya, sungguh menakjubkan sekali. Di mana
lagi di dunia ini yang memiliki perkumpulan Dharma
sesemangat ini setiap hari berkumpul mendengarkan
Dharma? Di mana lagi Dharma mengalir seperti air,
seperti sungai yang mengalir terus-menerus?

Setelah menemukan Dharma, orang harus menentukan waktu
untuk datang dan mendengarkan Dharma, sesibuk apapun
ia, tanpa menghiraukan siapa yang sedang menyampaikan
ceramah. Dan jangan membuat perbedaan antara pembicara
yang „baik" dan yang „rendah" dengan hanya datang
mendengarkan pembicara yang „baik". Jika terus
mendengarkan, cepat atau lambat, siapapun yang
memberikan ceramah, suatu kali orang akan mendengar
prinsip sejati muncul.

Tidak peduli siapapun yang memberikan ceramah, kalian
harus datang mendukung perkumpulan Dharma. Karena
terdapat ceramah tujuh malam selama seminggu, kalian
harus datang tujuh malam seminggu. Jangan malas! Pintu
Dharma ini sukar ditemukan dalam bermilyar tahun.
Setelah menemukannya, kita harus mencapai kemajuan
yang luar biasa. Kemajuan yang hebat adalah „Hati
Bodhi Yang Tidak Mundur".

Terdapat tiga tingkatan „tidak mundur". Yang pertama
adalah Tidak Mundur dalam Tingkatan. Orang yang telah
memastikan buah Kearhatan, tidak akan mundur ke
keadaan orang biasa. Jika telah memastikan buah
Bodhisattva, ia tidak akan mundur ke keadaan Arhat.
Jika telah memastikan tingkatan buah Buddha, ia tidak
akan mundur ke keadaan Bodhisattva – kecuali ia
sendiri yang menghendakinya. Sebagai contoh, jika ia
berkata, "Karena sekarang telah memastikan buah
Buddha, saya akan muncul dalam bentuk seorang bhiksu
untuk mengajar dan menyeberangkan makhluk hidup," itu
boleh-boleh saja.

Yang kedua adalah Tidak Mundur dalam Pikiran. Pengikut
Jalan kadang-kadang bisa berpikir, "Belajar
Buddhadharma itu membosankan! Saya tidak akan berlatih
lagi, saya tidak akan pergi mendengarkan ceramah
lagi."

Ini adalah kemunduran dalam pemikiran. Jika kita
mundur dalam pemikiran, rintangan setan muncul, karena
hanya setan yang bergembira kalau kita mundur. Begitu
mencapai tingkatan Tidak Mundur dalam Pikiran, semakin
mendengarkan Buddhadharma, semakin kita menikmatinya.
Semakin menikmatinya, semakin sering kita datang
mendengarkan. Dengan Pikiran Yang Tidak Mundur, kita
melangkah ke yang ketiga, Tidak Mundur dalam
Perbuatan.

Perbuatan berarti latihan. Setiap hari kita harus
semakin bersemangat dan berenergi. Dengan menghadirkan
hati yang berani dan bersemangat mengembangkan Jalan,
kita tidak mundur di dalam perbuatan. Apabila telah
mengembangkan Tangan dan Mata Roda Emas Yang Tidak
Mundur ini, sejak sekarang hingga saat mencapai
Kebuddhaan, kalian tidak akan mengalami kemunduran.
Tetapi kalian harus berhasil mengembangkannya!
47. Pu Two Ye Pu Two Ye

Kalimat ini dan kalimat berikutnya adalah sama,
kecuali untuk suku kata tengahnya. Kata Sansekerta PU
TWO YE PU TWO YE mempunyai arti „yang mengetahui", dan
„yang cerah". "Pengetahuan" sejati adalah
kebijaksanaan. "Pencerahan" adalah bangun. Kalimat ini
menunjuk kepada ia yang memiliki pengetahuan sejati
dan telah bangun.

Ini adalah Tangan dan Mata Buddha Peralihan di atas
Tahta. Buddha Peralihan adalah "yang cerah" dan
Bodhisattva yang mengembangkan Tangan dan Mata ini
dikenal sebagai "yang mengetahui". Pada dasarnya,
"mengetahui" dan "pencerahan" tidak banyak berbeda
satu sama lain. Pencerahan mengikuti pengetahuan;
pengetahuan adalah suatu tingkatan yang mendahului
pencerahan. Jika orang mengembangkan Tangan dan Mata
Buddha Peralihan di atas Tahta hingga sempurna, ia
akan menjadi "ia yang memiliki kebijaksanaan sejati",
ia yang dirinya sendiri telah bangun. Dengan
mengembangkan tangan dan mata ini, Buddha-Buddha di
sepuluh penjuru akan segera datang menggosok kita di
atas tahta dan menganugerahkan kita ramalan
Kebuddhaan.

Pada waktu mengucapkan nama Buddha, atau menjunjung
mantra, atau melakukan meditasi Dhyana, pengikut Jalan
kadang-kadang dapat merasakan adanya sesuatu di atas
kepala mereka, seperti ada kumbang yang sedang
merayap, lari ke depan dan ke belakang. Tapi jika ia
memegang dan menggosok kepalanya, tidak ada apa-apa di
sana.

Saya memberitahu kalian apa sebenarnya yang terjadi.
Pada waktu itu, para Buddha dari sepuluh penjuru telah
datang untuk menggosok kita di atas tahta, dan
menganugerahkan ramalan Kebuddhaan. Tetapi tanpa
penembusan Mata Surgawi, orang tidak akan mampu
melihat mereka. Meskipun demikian, Buddha-Buddha dari
sepuluh penjuru telah datang menggosok kita di atas
tahta dan memberikan suatu ramalan.

Sehingga kalau hal seperti itu terjadi, itu merupakan
hasil dari latihan. Namun jangan sampai hal ini
membuat kita menjadi terlalu gembira dan angkuh,
dengan berpikir, „Ah, Buddha-Buddha telah datang
menggosokku di atas tahta dan memberikan dukungan
mereka."

Pikiran yang gembira dan angkuh adalah kemelekatan,
dan meskipun itu adalah keadaan yang baik, jika kita
melekat padanya, yang baik itu bisa berubah menjadi
buruk.

Di dalam gulungan terakhir dari Surangama Sutra,
berbagai keadaan yang merupakan hasil mendasar dari
latihan telah dijelaskan. Tetapi dengan berpikir bahwa
ia telah mencapai suatu keadaan yang baik, seorang
pengikut jalan menjadi melekat padanya, dan akibatnya
ia menjadi salah satu dari pengikut-pengikut yang
menyimpang. Ia menjadi dikuasai oleh setan.

Karenanya, di dalam mengembangkan Dharma-Dharma
seperti ini, kita harus menjadi „demikianlah,
demikianlah, tanpa goyah". Keadaan baik maupun keadaan
buruk, kita tetap tidak goyah. Dengan tidak
tergoyahkan, kita mendapatkan kekuatan samadhi, dan
dengan kekuatan samadhi kita meraih kekuatan
kebijaksanaan. Dengan kekuatan kebijaksanaan sejati,
kita akan menjadi „yang mengetahui", „yang cerah".
48. Mi Di Li Ye

MI DI LI YE artinya „ukuran yang tepat". Ia juga
berarti "ukuran agung", yakni, banyak sekali. MI DI LI
YE juga bisa berarti „hati welas asih agung". Hati
yang welas asih itu agung karena ia tidak terbatas. Ia
melindungi semua makhluk dan menuntun mereka mencapai
kebahagiaan; mereka kembali kepada asalnya, jauh dari
semua rasa takut dan semua kesengsaraan.

Ini adalah Tangan dan Mata Toya. Toya mempunyai
sembilan cincin di atasnya. Di masa lalu, mereka yang
telah meninggalkan rumah membawa toya ini saat
berjalan. Mengiringi setiap langkah mereka, sembilan
cincin itu mengeluarkan bunyi, memperingatkan semua
serangga kecil agar menyingkir sehingga tidak
terinjak. Toya adalah Harta Karun Buddhis. Bodhisattva
Penyanggah Bumi selalu membawa Toya dan menggunakannya
sebagai kunci untuk membuka pintu neraka. Apabila kita
mengembangkan Tangan dan Mata ini, hati welas asih
kita akan masak, dan kita akan dapat melindungi dan
menyelamatkan semua makhluk hidup.


49. Nwo La Jin Chr

NWO LA JIN CHR mempunyai arti "kasih mulia, yang
paling mulia", pemimpin paling tinggi di antara yang
mulia. Ia juga berarti "perlindungan baik, mahkota
perlindungan". Pengikut Jalan dapat melindungi semua
makhluk hidup, penuh perhatian pada mereka, serta
membawakan kepada mereka tingkatan tertinggi
pencerahan.

Ini merupakan Tangan dan Mata Botol Permata, juga
disebut Tangan dan Mata Botol Hu. Botol ini dapat
menjauhkan semua kekotoran dunia, menyembuhkan makhluk
hidup dari semua penderitaan. Bodhisattva yang
mengembangkan Tangan dan Mata ini sepenuhnya mampu
melindungi dan penuh perhatian pada semua makhluk
hidup. Setelah mengembangkan Tangan dan Mata ini
hingga tuntas, orang akan mampu menolong makhluk hidup
dan menyingkirkan semua kesukaran dan malapetaka.


50. Di Li Shai Ni Nwo

Selanjutnya, DI LI SHAI NI NWO mempunyai arti "kokoh
dan tajam". Kalimat ini juga berarti "pedang". Ini
adalah Tangan dan Mata Pedang Permata. Sebelumnya,
pada waktu menjelaskan Empat Puluh Dua Tangan dan
Mata, saya telah memberitahu kalian bahwa Pedang
Permata digunakan untuk menaklukkan semua hantu-hantu
li mei dan wang liang.

Pada saat kalian telah berhasil mengembangkan Tangan
dan Mata ini, semua setan langit dan kaum eksternal,
juga semua hantu li mei dan wang liang akan
dijinakkan. Mereka takluk karena takut kepada Pedang
Permata. Tangan dan Mata ini sangat dashyat. Jika
setan langit dan kaum eksternalis menolak mematuhi
perintah, mereka akan dipotong oleh Pedang Permata!


51. Pe Ye Mwo Nwo

PE YE MWO NWO mempunyai tiga makna. Pertama, "nama
terdengar", karena nama telah terdengar di seluruh
dunia di sepuluh penjuru. Ia juga berarti „pujian
kebahagiaan", karena Buddha-Buddha dari sepuluh
penjuru bergembira memuji nama itu. Dan terakhir, PE
YE MWO NWO berarti „penyempurnaan nama", dan
„penyempurnaan semua arti". Maksudnya, semua kewajiban
telah diselesaikan. Ini adalah Tangan dan Mata Anak
Panah. Dengan mengembangkannya, kita akan dapat dengan
cepat bertemu dengan sahabat baik.


52. Swo Pe He

Di dalam Mantra Welas Asih Agung, SWO PE HE sangat
penting. Kata ini muncul empat belas kali, dan
memiliki enam makna. Dan di mana pun kata ini muncul
di dalam Mantra Welas Asih Agung, keenam makna itulah
yang dibawanya.

Arti pertamanya adalah „pencapaian". Jika orang
mengucapkan mantra, ia dapat menyelesaikan segala yang
ingin ia selesaikan, dan memperoleh apapun yang ia
cari. Apabila ia tidak memperoleh hasil seperti ini,
itu hanya disebabkan hatinya belum tulus. Jika hatinya
tulus dan keyakinannya sejati, ia pasti akan berhasil.
Namun jika keraguan setitik saja muncul dalam hatinya
terhadap mantra ini, akibat adanya pencampuran antara
keyakinan dan keraguan, ia tidak akan berhasil.

Kedua, SWO PE HE berarti "mulia". Pada waktu orang
membacakan mantra, semua perbuatan yang tercela
berubah menjadi mulia. Bodhisattva mengetahui apakah
kita memiliki keyakinan atau tidak. Mereka tahu apakah
kita benar-benar yakin, apakah kita setengah yakin
setengah tidak, apakah kita banyak percayanya dan
keraguannya hanya sedikit. Sehingga, keyakinan sejati
harus dimiliki jika orang ingin berhasil dan segalanya
menjadi mulia.

Misalnya saja, ayah seseorang sakit dan ia ingin agar
ayahnya sembuh. Bolehlah ia mengucapkan mantra ini.
Jika ia sungguh-sungguh percaya, akan ada hasilnya.
Atau, barangkali seseorang ingin bertemu teman
lamanya. Jika ia mengucapkan mantra dengan penuh
keyakinan, segera ia akan bertemu dengannya. Atau jika
ia berpikir, „Saya tidak memiliki teman, saya ingin
mendapatkan sahabat sejati," dan jika ia mengucapkan
mantra ini dengan penuh keyakinan, dan terus
mengucapkannya, ia akan mendapatkan teman yang baik,
bahkan seorang Penasihat Baik Yang Mengetahui.

Arti yang ketiga dari SWO PE HE adalah „tenang sama
sekali". Pada waktu seorang bhiksu berangkat untuk
dilahirkan kembali, ke Nirvana – pada waktu ia mati –
itu disebut menjadi "tenang sama sekali". Ini tidak
sama artinya bahwa orang mengucapkan mantra ini, „Swo
Pe He, Swo Pe He, Swo Pe He", lalu mati dan menjadi
tenang sama sekali; orang tidak membaca mantra ini
supaya mati. Apa gunanya hal seperti itu? Tidak ada
orang yang mau mati. Ketenangan sama sekali artinya
jasa-jasa baik telah lengkap, dan hakikat kebajikan
adalah ketenangan, sampai ke tingkat di mana orang
biasa tidak dapat mengukurnya dan hanya para Buddha
dan Bodhisattva yang dapat mengetahui praktek
kebajikan yang telah dilaksanakan.

"Melenyapkan bencana" adalah maknanya yang keempat.
Semua kesengsaraan dihentikan dan dilenyapkan.

„Memperbanyak manfaat" adalah artinya yang kelima.
Pengucapan SWO PE HE sangat bermanfaat.

Saya tidak percaya ada orang yang tahu arti keenam
dari SWO PE HE ini. Jika ada di antara kalian yang
tahu, ia bisa memberitahu saya – mengapa tidak ada
yang tahu? Karena saya belum pernah menjelaskan
sebelumnya. Artinya yang keenam adalah „tidak
tinggal". Di dalam Vajra Sutra dikatakan, „Orang harus
menghasilkan pikiran yang tidak tinggal di mana pun".

"Tidak tinggal" artinya tidak melekat. Hati tidak
tinggal di mana pun dan tidak melekat pada apapun.
Ketidakmelekatan berarti segala sesuatunya berjalan
dengan baik. Ia merupakan sejenis
Dharma-tidak-melakukan-apapun, namun tidak ada apapun
yang tidak dilakukan. "Tidak tinggal" adalah tidak
melakukan apapun, dan tidak melakukan apapun adalah
"tidak tinggal".

Ketika suatu pikiran muncul, pikiran itu seharusnya
tidak menetap di mana pun: inilah makna keenam dari
SWO PE HE. Kita tidak tinggal di dalam penderitaan,
ketidaktahuan, keserakahan, kebencian, kebodohan,
keangkuhan, dan keraguan. Jika masih memiliki
pikiran-pikiran seperti itu, kita harus segera
menaklukkannya. Pikiran-pikiran seperti itu harus
dijinakkan agar kita tidak menetap di mana pun.
Taklukkan mereka dengan Tangan Pedang Permata.

Ada yang bilang hatinya penuh dengan keserakahan. Ke
sinilah, saya akan menyembelihnya. Penuh dengan hantu
kebencian? Saya akan memotong mereka. Setan kebodohan?
Akan kucincang! Semua itu saya lakukan dengan Pedang
Permata Raja Vajra saya, Pedang Kebijaksanaan saya.
Jika ingin menaklukkan setan-setan langit dan kaum
eksternal, kita pertama-tama harus menaklukkan pikiran
salah terlebih dahulu. Pada waktu pikiran salah telah
dikalahkan, setan-setan dan kaum eksternal juga telah
kalah, dan bahkan jika mencoba mengganggu, mereka
hanya akan menemui kegagalan.

Di mana pun SWO PE HE muncul, ia memiliki enam arti
ini.
53. Syi Two Ye
54. Swo Pe He
55. Mwo He Syi Two Ye
56. Swo Pe He

SYI TWO YE mempunyai lima arti: "Pencapaian, kemuliaan
mendadak", "dilakukan", "menyempurnakan manfaat",
"menyempurnakan semua arti", dan "memuji yang
terhormat".

Pencapaian, kemuliaan mendadak, menyatakan bahwa
melalui penggunaan kekuatan mantra ini kita dapat
langsung memperoleh apapun yang kita harapkan. Orang
mungkin bilang, "Saya mengucapkan Mantra Welas Asih
Agung, dan belum mendapatkan apapun seketika itu
juga."

Pengucapan mantra ini memerlukan hasil yang
berhubungan dengan keahlian spiritual masing-masing.
Tanpa hasil yang berkaitan ini, tidak akan ada
pencapaian. Dengannya, setiap permintaan akan
dikabulkan, „seperti yang engkau kehendaki". Dan
apapun yang dicari akan datang menghampiri.

SYI TWO YE juga berarti „dilakukan". Apapun yang
dilakukan, akan dilakukan dengan sempurna.
„Menyempurnakan semua arti" maksudnya apapun urusan
yang sedang dihadapi, akan mendatangkan keberhasilan.
„Penyempurnaan manfaat" menunjuk kepada manfaat bagi
diri sendiri dan manfaat bagi orang lain. Memuji yang
terhormat berarti setiap orang berkata, „Engkau sangat
baik."

MWO HE SYI TWO YE: Setiap orang tahu bahwa MWO HE
mempunyai arti „agung". Kalimat ini mempunyai arti
bahwa kita dapat menyelesaikan semua masalah-masalah
besar, kebajikan dan buah jasa agung, juga karma Jalan
yang agung. Apapun yang dilakukan, akan berhasil
dengan sempurna.

Dua kalimat itu bersama-sama, SYI TWO YE SWO PE HE MWO
HE SYI TWO YE SWO PE HE, merupakan Tangan dan Mata
Sutra Permata. Sutra Permata adalah naskah yang sangat
keramat, suatu pusaka Dharma. Jika orang mengembangkan
Tangan dan Mata ini, ia akan meraih manfaat yang tidak
habis-habis, dan abadi. Di masa yang akan datang,
kebijaksanaan dan ingatannya akan luar biasa kuatnya
dan ia akan memiliki pengetahuan yang luar biasa, di
samping ingatan yang sangat kuat.

Ingatan kita cepat berlalu, sungguh mirip dengan orang
yang tidak mampu berjalan tanpa tongkat penopang:
setelah membaca sesuatu kita sukar sekali
mengingatnya. Jika tiba waktunya untuk memanfaatkan
apa yang sudah kita pelajari, kita harus terlebih
dahulu membuka catatan. Mengapa ingatan kalian selemat
itu? Karena kalian tidak pernah mengembangkan Tangan
Sutra Permata. Orang akan memiliki pengetahuan yang
luar biasa, seperti ensiklopedia hidup, seperti Yang
Arya Ananda, jika ia mengembangkan Tangan Sutra
Permata.

Tidak disangsikan bahwa Yang Arya Ananda, yang nomor
satu di dalam pengetahuan, telah mengembangkan Tangan
dan Mata Sutra Permata dengan sempurna, selama masa
yang tidak terkira panjangnya, sehingga jika ada
sesuatu yang lewat di telinganya, ia tidak pernah
lupa. Bahkan ingatannya telah sampai pada tingkat di
mana ia mampu mengingat hal-hal yang belum
didengarnya.

Mengapa saya berkata seperti ini? Yang Arya Ananda
dilahirkan pada hari ketika Sang Buddha menyadari
Kebuddhaan, dan ia belum mendengar Dharma yang
dibabarkan Sang Buddha hingga dua puluh tahun
kemudian, tatkala ia pergi meninggalkan rumah.

Lalu bagaimana ia dapat mengulang kembali Sutra yang
diucapkan Sang Buddha, seperti yang dilakukannya
setelah Sang Buddha menuju Nirvana? Itu karena ia
mendengar Sutra-Sutra itu dari pengikut-pengikut yang
lebih tua, dan mengingatnya. Atau mungkin
pengikut-pengikut yang lebih tua tidak mengucapkan
padanya, melainkan Sang Buddha sendiri yang
mengulanginya untuk Ananda pada saat Ananda sedang
bersamadhi, sehingga ia dapat mengingatnya semua. Ia
mampu mengingatnya karena telah mengembangkan Tangan
dan Mata Sutra Permata dengan sempurna, sehingga
ingatannya sungguh luar biasa.

Banyak orang telah bertanya kepada saya bagaimana
mendapatkan ingatan yang kuat, dan jawabannya
sederhana saja, yaitu kembangkanlah Tangan dan Mata
Sutra Permata. Tidak diragukan mereka yang mengingat
Sutra-Sutra dengan sangat jelas memiliki pertalian
dengan Tangan dan Mata ini. Ini adalah, menurut
penjelasannya, Bodhisattva yang memancarkan cahaya dan
memegang lentera merah.

Seluruh tubuh Bodhisattva ini mengeluarkan cahaya
terang benderang, yang melambangkan kebijaksanaan
agung yang tidak terputus, ingatan yang sangat kuat,
pengetahuan yang luas, dan ilmu yang luar biasa –
inilah buah jasa baik dan kebajikan yang dihasilkan.


57. Syi Two Yu Yi
58. Shr Pan La Ye
59. Swo Pe He

SYI TO mempunyai arti "mencapai manfaat". YU YI
artinya "tiada kegiatan" atau "ruang kosong".
Sementara SHR PAN LA YE artinya "kebahagiaan". Ini
adalah Tangan dan Mata Kotak Permata, yang dengannya
orang bisa mendapatkan semua harta mestika yang
terpendam di dalam bumi, dan menggunakannya demi
manfaat semua makhluk hidup. Kalimat ini mengandung
arti: dasar prinsip dari hakikat diri kita telah
mendapatkan kebahagiaan dan mencapai semua manfaat.


60. Nwo La Jin Chr
61. Swo Pe He

NWO LA JIN CHR artinya "perlindungan cinta kasih",
dalam arti memberikan perlindungan cinta kasih pada
semua makhluk hidup. Kalimat ini menyatakan arti welas
asih, dan merupakan Tangan dan Mata Botol Permata.


62. Mwo La Nwo La
63. Swo Pe He

MWO LA itu "seperti yang engkau kehendaki". NWO LA
artinya „sangat terhormat". Ini adalah Tangan dan Mata
Tali, yang dapat membawa kedamaian dalam semua keadaan
yang sulit, seperti keadaan sakit, kecelakaan, ataupun
rintangan. Tangan Tali banyak manfaatnya. Kita membuat
tali dari serat-serat lima warna, dan setelah
mengembangkan Tangan dan Mata ini hingga sempurna,
semua yang perlu kita lakukan cuma melemparkan Tali
dan menjerat semua setan aneh, hantu, monster, hantu
li mei dan wang liang. Mereka tidak akan dapat lari
karena telah terikat. Karena tidak dapat melarikan
diri, mereka menyerah. Ini adalah Dharma yang ajaib,
meskipun kelihatannya biasa.


64. Syi Lu Seng E Mu Chwye Ye
65. Swo Pe He

SYI LU SENG berarti „pencapaian, perlindungan kasih" –
perlindungan kasih sayang kepada semua makhluk.

E MU CHWYE YE mempunyai arti „tidak kosong, tidak
menolak". Tidak kosong berkaitan dengan keberadaan,
tetapi keberadaan ini adalah keberadaan yang ajaib.
Tidak menolak artinya tidak satu Dharma pun yang
dikesampingkan; semua Dharma dipelajari. Sehingga
dikatakan:

Ketika melakukan pekerjaan Buddha,
tidak satu Dhama pun yang ditolak;
Sari dari Yang Demikian Itu Sejati
tidak satu debu pun yang dikumpulkan.

E MU CHWYE juga mengandung arti „perkumpulan kasih,
kesatuan yang harmonis". Ini adalah usaha
membahagiakan semua makhluk hidup dan hidup di dalam
harmoni dengan mereka. Ini tidak lain tidak bukan
merupakan Tangan Kapak Permata. Orang yang
mengembangkannya tidak akan mengalami kesulitan dengan
penjara, dan di semua tempat, kapan saja, ia akan
terhindar dari masalah hukum. Kalimat ini juga bisa
berarti, di dalam hakikat diri sendiri kita mencapai
semua kebajikan dan buah jasa dengan bahagia.

Kalian mungkin heran, „Jika saya mengembangkan Dharma
ini, dapatkan saya melanggar hukum dan terhindar dari
penjara?" Bukan begitu! Kita tidak boleh melanggar
hukum! Apabila telah mengembangkan Dharma ini dan
memahami Buddhadharma, bagaimana bisa kita melanggar
hukum? Karena tidak melanggar hukum, tentu saja kita
tidak akan ditahan ataupun dipenjarakan.

Namun, kadang-kadang, orang-orang tidak berdosa
ditangkap dan dipenjarakan. Ini karena mereka tidak
pernah mengembangkan Tangan dan Mata Kapak Permata
ini.
66. Swo Pe Mwo He E Syi Two Ye
67. Swo Pe He

Adakah yang tahu bahwa dunia tempat kita tinggal
disebut dunia "Saha"? SWO PE artinya Saha, "berharga
untuk ditahankan". Ia juga berarti "memikul dan
mencintai", juga mengandung makna "kata-kata baik,
kedatangan yang baik".

Berharga untuk ditahankan artinya makhluk hidup
mampu menahan dunia Saha, pahit sebagaimana rasanya.
Memikul dan mencintai artinya, di dalam dunia Saha
ini, makhluk hidup memikul penderitaan dan bahwa
menjadi mencintainya. Kata-kata baik, dan kedatangan
baik artinya kita mengeluarkan kata-kata baik tentang
dunia Saha ini, dengan mengatakan, "Dunia Saha sungguh
baik."

Dan kita pergi ke dunia Saha untuk menjadi manusia.
Inilah, kita telah tiba.

MWO HE artinya "agung". Ini menunjuk kepada Dharma
Wadah Agung, Dharma dari Bodhisattva. E SYI TWO YE
artinya, "pencapaian yang tidak terbatas", dan
maksudnya Dharma Bodhisattva Wadah Agung pada akhirnya
dapat tiba di pantai seberang dengan pencapaian yang
tidak terbatas.

Semua ini adalah Tangan dan Mata Anggur. Tatkala
tangan ini telah dikembangkan hingga sempurna, mulut
akan selalu terasa lebih manis dari gula. Orang dapat
merasakan rasa manis ini kalau ia telah berhasil
mengembangkan Dharma ini, dan rasa manis ini merupakan
awal dari hasil yang akan dicapai.

Tanaman apapun, baik itu sayur-sayuran, atau buah,
serangga tidak akan datang mengganggu, jika orang yang
menanamnya mengembangkan tangan ini. Semua serangga
menyingkir, mereka tidak menggerogotinya. Pohon buah
yang ia tanam, buah pir, jeruk, apel, persik, semua
akan tumbuh dengan sangat cepat dan terasa sangat
manis.

Tangan anggur memiliki sangat banyak faedah dan
dengannya Dharma Wadah Agung yang tidak terbatas dapat
diselesaikan. Di dalam penjelasan mantra ini, SYI LU
SENG E MU CHWYE mewakili tubuh sejati dari Bodhisattva
Raja Obat, yang menggunakan semua jenis obat untuk
menyembuhkan semua makhluk hidup. SWO PE MWO HE E SYI
TWO YE SWO PE HE adalah tubuh sejati dari Bodhisattva
Obat Hebat, yang juga menggunakan segala macam jenis
obat untuk menyembuhkan penyakit. Mereka bersaudara.


68. Je Ji La E Syi Two Ye
69. Swo Pe He

JE JI LA E SYI TWO YE artinya "roda vajra". Hampir
semua vajra bentuknya bundar, tetapi yang satu ini
bundarnya berbeda dari vajra-vajra yang lain. Kalimat
ini juga berarti, "menaklukkan setan-setan yang penuh
kebencian". Setan adalah setan karena hati mereka
selalu kecewa. Mereka mencela segalanya. Mereka
bilang, "Buddha salah, juga Bodhisattva, Arhat, dewa,
dan Yama!"

Mereka membenci semuanya. "Semuanya salah!" Mereka
seperti orang gila yang tidak memperdulikan hukum
apapun. Mereka menentang seluruh dunia. Untuk kalangan
manusia, keadaan ini disebut gila; di antara
hantu-hantu dan makhluk halus, ini disebut setan.

Setan kebencian memenuhi langit dengan energi
kebenciannya. „Kalian semua tidak sopan terhadapku,"
keluhnya. "Buddha? Saya akan menjatuhkannya.
Bodhisattva dan Arhat, saya akan berbuat sama pada
mereka. Manusia? Akan kumakan mereka semua. Hantu?
Akan kuhancurkan mereka di bawah kakiku. Akan
kutangkap dan kuhancurkan mereka!" Setan itu jahat.

Dengan Tangan dan Mata Vajra, roda vajra, kita dapat
menyingkirkan semua setan langit, kaum eksternalis dan
hantu-hantu. Hantu dari jenis apapun, semua menyerah
dan menjadi jinak jika roda ini digunakan, dan Dharma
ini dilaksanakan. Semua makhluk dari jenis itu
bersujud padamu dan berkata, „Saya akan mengikuti
aturan dengan rasa hormat. Saya tidak akan melanggar
aturan lagi." Mereka menyerah.

Roda Vajra tidak hanya dapat menghancurkan setan, ia
juga memiliki suara yang menggetarkan. Di dalam
Taoisme mereka berbicara tentang „lima halilintar yang
menghantam kepala". Halilintar biasanya datang dari
langit, tetapi guru-guru Taoisme dapat mengeluarkan
halilintar dari tepak tangan mereka. Gemuruh
halilintar akan membekukan setan-setan langit, bahkan
menghancurkan kulit tubuh mereka. Ketika menyampaikan
ceramah tentang Surangama Sutra, saya ada menyebut
seorang kawan yang mampu melakukan hal ini.

Bila Tangan dan Mata ini berhasil dikembangkan,
halilintar akan menggelegar pada waktu kita berlatih
Dharma ini, dan semua setan kebencian akan bertekuk
lutut.

E SYI TWO YE artinya, „pencapaian yang tiada
bandingannya". Tidak ada yang dapat dibandingkan
dengan buah jasa dan kebajikan agung dari pencapaian
ini, dan karenanya ia dapat menaklukkan semua setan
kebencian.


70. Bwo Two Mwo Jye Syi Two Ye
71. Swo Pe He

BWO TWO MWO artinya "teratai merah". JYE SYI TWO YE
artinya "kejayaan yang baik". Teratai Merah menang di
atas segalanya dan menghasilkan semua pencapaian.
Setelah mengembangkan Dharma ini, Tangan dan Mata
Teratai Merah ini, jika kita ingin lahir di surga,
akan gampang sekali untuk dilahirkan di surga mana pun
yang kita inginkan.


72. Nwo La Jin Chr Pan Chye La Ye
73. Swo Pe He

Dalam kalimat dari mantra ini, NWO LA JIN CHR artinya
"perlindungan mulia". PAN CHYE LA YE artinya
"memperhatikan dengan bahagia", atau "memperhatikan
suara dunia". Ini adalah Tangan dan Mata yang
Memberkahi Tanpa Takut, yang digunakan Bodhisattva
Yang Mendengarkan Suara Dunia untuk menyelamatkan
makhluk hidup, sehingga semua makhluk menjadi tidak
takut lagi terhadap keadaan apapun. Sang Bodhisattva
membebaskan mereka dari semua rasa takut.


74. Mwo Pe Li Sheng Jye La Ye
75. Swo Pe He

MWO PE LI SHENG artinya "keberanian agung". Kalimat
ini juga berarti "kebajikan pahlawan agung",
perbuatan-perbuatan luhur pahlawan agung. Sang Buddha
boleh disebut pahlawan agung, demikian juga halnya
dengan Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara Dunia.

JYE LA YE artinya „hakikat saat lahir" atau „hakikat
dasar". Ini artinya hakikat asal dari semua makhluk
hidup memiliki kebajikan pahlawan agung. Kebajikan
pahlawan agung adalah Tangan dan Mata Seribu Tangan
Yang Menyatukan dan Memegang. Tangan dan Mata ini
dapat menaklukkan semua setan kebencian, tidak hanya
di dalam dunia kita, tetapi juga di seluruh dunia di
alam semesta ini.

Mereka yang mengembangkan Empat Puluh Dua Tangan dan
Mata harus mengetahui bahwa Tangan dan Mata ini adalah
yang paling penting. Jika orang mengembangkan yang
satu ini saja, semua Tangan dan Mata yang lain telah
tercakup di dalamnya.

„Lalu, dapatkah saya mengembangkan cuma satu tangan
dan mata ini, tanpa mengembangkan tangan dan mata yang
lain?" kalian barangkali tergoda untuk bertanya
seperti itu.

Boleh saja, kalau kalian suka malas. Orang yang tidak
malas akan mengembangkan kesemua empat puluh dua
tangan dan mata itu. Jika, sebaliknya, ia suka malas
dan ingin berkembang menjadi Bodhisattva malas, ia
boleh mengembangkan yang terakhir ini, yang mencakup
semua yang lain. Akan makan waktu yang lebih lama
untuk berhasil, karena jika kita malas, Dharma tidak
akan dapat dicapai dengan segera. Jadi, tidak ada
Dharma yang tetap. Jika kalian tidak bermaksud menjadi
Bodhisattva yang malas, kalian tidak akan keberatan
untuk mengembangkan lebih banyak Dharma lagi.
76. Na Mwo He La Da Nwo Dwo La Ye Ye

Kalimat ini telah dijelaskan sebelumnya, namun siapa
tahu ada di antara kalian yang sudah lupa, saya akan
menjelaskannya lagi. Ada juga di antara kalian yang
masih ingat, tetapi tidak dengan jelas, dan sekarang
semuanya akan menjadi jelas. Yang lain, yang mengingat
dengan jelas, boleh mendengar sekali lagi dan menjadi
lebih jelas.

Jika saya salah memberikan ceramah, kalian harus
segera memberitahu saya, karena cara saya membabarkan
Sutra sama sekali berbeda dengan Guru Dharma lain.
Saya tidak menggunakan catatan dan tidak menggunakan
komentar.

NA MWO artinya „saya berlindung". Berlindung kepada
apa? Berlindung kepada Tiga Permata. HE LA DA NWO
artinya „permata". DWO LA YE artinya "tiga". Saya
ingin berlindung kepada Tiga Permata, dan saya
melakukannya dengan seluruh tubuh, pikiran, hakikat,
dan hidup saya. Mereka yang tinggal di rumah
berlindung kepada Buddha, Dharma, Sangha, Tiga Permata
itu.

Berlindung kepada Tiga Permata adalah berlindung
kepada semua Buddha dalam ketiga masa di sepuluh
penjuru hingga ke akhir ruang kosong, melalui seluruh
Alam Dharma. Berlindung kepada Tiga Permata juga
adalah berlindung kepada semua Dharma di tiga masa di
sepuluh penjuru hingga ke akhir ruang kosong, melalui
seluruh Alam Dharma. Berlindung kepada Tiga Permata
juga artinya berlindung, dengan seluruh pikiran, dan
seluruh hidup kita, kepada semua anggota suci Sangha
di tiga masa di sepuluh penjuru hingga ke akhir ruang
kosong, melalui seluruh Alam Dharma.

Hingga ke akhir ruang kosong: ruang kosong tidak
memiliki akhir. Semua alam semesta termasuk di dalam
Alam Dharma. Terdapat sepuluh Alam Dharma, terdiri
dari empat bidang luhur dan enam bidang biasa. Empat
bidang atau alam luhur adalah alam Buddha, alam
Bodhisattva, alam Pendengar Suara, alam Yang Cerah
Berkondisi. Enam bidang biasa adalah alam dewa, alam
manusia, alam asura, alam binatang, alam hantu
kelaparan, dan alam penghuni neraka.

Sepuluh penjuru itu terdiri dari utara, timur,
selatan, barat, timur laut, barat laut, tenggara,
barat daya, atas, dan bawah. Tiga masa adalah masa
lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.

Kita berlindung kepada Permata Buddha di seluruh
sepuluh penjuru dan tiga masa. Kata-kata yang
diucapkan Buddha adalah Permata Dharma, Tripitaka
dengan dua belas bagian naskahnya. Semua Sutra yang
diucapkan Buddha disebut Permata Dharma. Permata
Dharma tidak hanya muncul di antara umat manusia,
Permata Dharma juga mengisi ruang kosong dan Alam
Dharma.

Orang yang telah membuka Lima Mata dan mencapai Enam
Penembusan Spiritual mengucapkan Sutra dengan asli,
artinya, ia mengucapkan "Sutra sejati yang tanpa
kata-kata". Di dalam ruang kosong, apapun yang ia
inginkan, dapat ia sampaikan tanpa membuka mulutmu.
Sesepuh Keenam bilang, "Tatkala pikiran kacau Bunga
Dharma mengubahnya; Pikiran yang cerah akan memutar
Bunga Dharma."

Tanpa kata-kata tidak berarti Sutra tidak memiliki
kata-kata. Artinya cuma bahwa orang biasa tidak mampu
melihatnya. Tetapi, ia mampu, dan tatkala ia berpaling
ke ruang kosong, ia akan melihat Buddha sedang
membabarkan Sutra. Ada yang membabarkan Sutra Bunga
Dharma, ada yang membabarkan Surangama Sutra, dan yang
lain membabarkan Avatamsaka Sutra. Mereka ada di sana
membabarkan Sutra dan mantra, seperti Surangama
Mantra. Dengan cara ini, Permata Dharma hadir di
seluruh Alam Dharma hingga ke akhir ruang kosong.

Kita juga berlindung kepada Permata Sangha di sepuluh
penjuru dan tiga masa, hingga ke akhir ruang kosong
dan Alam Dharma. Siapa yang termasuk di dalam Sangha
dan pertapa suci? Semua Bodhisattva agung dan Arhat,
semua Bhiksu-Sangha agung.

DWO LA YE artinya "tiga". Kita berlindung kepada Tiga
Permata, Permata Rangkap Tiga, di sepuluh penjuru dan
tiga masa, hingga ke akhir ruang kosong dan seluruh
Alam Dharma.

YE artinya "menghormat". Berlindung dan menghormat
kepada Tiga Permata.


77. Na Mwo E Li Ye

NA MWO sekali lagi berarti „berlindung", dan E LI YE
artinya „yang bijaksana". Kita berlindung kepada semua
yang bijaksana.


78. Pe Lu Jye Di

PE LU JYE DI artinya „merenungkan", atau
„memperhatikan".


79. Shau Pan La Ye

SHAU PAN LA YE artinya "kebahagiaan". Bersama-sama,
kalimat ini dan yang sebelumnya, menunjuk kepada
Bodhisattva Yang Mendengarkan dengan Penuh
Kebahagiaan, yaitu Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara
Dunia.


80. Swo Pe He

Bodhisattva Yang Mendengarkan dengan penuh Kebahagiaan
menyelesaikan semua kebajikan dan buah jasa. SWO PE HE
artinya "pencapaian semua jasa-jasa baik dan
kebajikan".


81. Nan Syi Dyan Du

Karena mantra telah diucapkan, NAN memimpin ke depan
Kata-Kata Sejati yang mengikuti. NAN artinya
„memunculkan arti".

SYI artinya "pencapaian". DYAN DU artinya "alam saya".
Alam saya, wilayah saya, telah tercapai; ini adalah
wilayah luas saya, dan selama delapan ratus yojana
alam ini tenang dan damai tanpa masalah. Wilayahku
yang luas menengah, enam ratus yojana dan wilayah
kecilku, empat ratus yojana juga damai dan tenang.
Demikianlah saya telah mematok wilayahku. Di dalamnya,
semua kebajikan dan buah jasa baik disempurnakan dan
semua keinginan tercapai. Misalnya saja, di dalam
wilayahku saya tidak akan mengizinkan gempa bumi di
San Fransisco, atau bencana alam lainnya. Di dalam
wilayahku, semua makhluk halus baik yang melindungi
Dharma harus memastikan bahwa harapanku dihormati.
Saya telah mematok wilayahku di San Fransisco.

"Berapa luasnya?" kalian mungkin bertanya.

Seluas sebutir debu! Debu di sini termasuk di dalamnya
debu yang tak terhitung banyaknya dan debu yang tak
terhitung banyaknya itu adalah juga sebutir debu. Jadi
jika sebutir debu itu dihancurkan, semua debu juga
dihancurkan. Jika sebutir debu tidak dihancurkan,
tidak ada yang dihancurkan.


82. Man Dwo La

MAN DWO LA artinya „lapangan Jalan". Juga berarti
„dewan Dharma". Kata ini artinya „lapangan Jalanku
pasti akan berhasil, dan perkumpulan Dharmaku akan
lengkap."


83. Ba Two Ye

BA TWO YE artinya „lengkap dan penuh, sesuai dengan
isi hatimu". Sebagai contoh, jika saya berpikir bahwa
sebutir debuku tidak boleh dihancurkan – maka ia tidak
akan dihancurkan. Jika saya tidak menginginkan sebutir
debu pun hancur, debu-debu yang lain tetap tak akan
kekurangan sesuatu apapun.

Saya mengucapkan NAN SYI DYAN DU MAN DWO LA BA TWO YE
SWO PE HE dengan harapan agar tidak terjadi gempa bumi
di San Fransisco. Gempa bumi dahsyat menjadi gempa
kecil, gempa kecil menjadi tidak ada. Karena tidak ada
gempa, tidak ada yang perlu merasa cemas. Jadi,
tercapailah. Ia lengkap dan penuh, sesuai dengan isi
hati kita. Apapun yang kita pikirkan, kita mencapainya
persis seperti itu. Jika mempercayainya, mantra ini
sungguh menakjubkan. Jika orang tidak mempercayainya,
itu karena ia tidak tertarik untuk mendapatkan sesuatu
yang sangat menakjubkan seperti ini.


84. Swo Pe He

Pencapaian! Apa yang dicapai? Harapan kita; apapun
yang kita inginkan. Apapun yang kita suka, akan kita
dapatkan jika kita mengucapkan NAN SYI DYAN DU MAN DWO
LA BA TWO YE SWO PE HE. Mereka yang telah meninggalkan
rumah mengucapkan kalimat ini setiap kali rambut
kepalanya dicukur. Kalimat ini artinya, segalanya
telah lengkap, sempurna, dan tercapai, mulia, "seperti
yang saya kehendaki".


* * *


Sutra Dharani Hati mengenai Welas Asih Agung dan
Mantra Welas Asih Agung sekarang telah dijelaskan.
Tahun sebelumnya, salah satu muridku bilang ingin
mendengarkan Sutra itu dan hari ini, kira-kira setahun
kemudian, penjelasan dari Sutra dan Mantra tersebut
telah tuntas. Saya harap setiap dari kalian akan
mendapatkan apa yang kalian inginkan, sesuai dengan
harapan kalian, artinya, kalian semua akan BA TWO YE
SWO PE HE, dan berhasil mewujudkan semua sumpah
kalian. Kekuatan sumpah masing-masing orang
berbeda-beda, demikian juga pencapaian tiap orang.

No comments: